Penulis
Intisari-Online.com -Pemilihan umum (Pemilu) kali ini membawa kabar duka dari para anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Merujuk pada akun Twitter @nasibaik, hingga berita ini diturunkan, setidaknya ada 31 petugas KPPS yang meninggal dunia setelah bertugas.
Media masa menyebutkan bahwa hampir semua para petugas tersebut meninggal dunia karena kelelahan.
Tentu saja, kabar tersebut memicu pertanyaan, benarkah kelelahan yang disebabkan oleh tingginya beban kerja dapat mengganggu kondisi fisik seseorang hingga menyebabkan kematian?
Baca Juga : Pemilu 2019: 12 Petugas KPPS Meninggal Kelelahan, Bagaimana Kelelahan Berisiko Kematian?
Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Tentu saja, jika kita melihat kebelakang, banyak berita yang menunjukkan bagaimana beban kerja yang tinggi bisa menyebabkan kematian.
Seperti yang terjadi pada seorang dokter yang meninggal dunia karena kelelahan setelah bertugas saat lebaran.
Di Jepang, kondisi ini malah sedikit dianggap biasa karena cukup sering terjadi hingga memunculkan istilah "karoshi". Berikut ini uraiannya.
Baca Juga : Ada Petugas KPPS Hingga Anggota Polisi, Ini 6 Orang yang Gugur Saat Pemilu 2019
Seperti kita ketahui, banyak yang memuji keuletan, kegigihan serta etos kerja penduduk Jepang. Mereka dinilai sebagai salah satu negara dengan penduduk paling rajin di dunia.
Namun, seiring dengan itu, tingkat kematian pekerja Jepang akibat bekerja berlebihan juga tinggi. Bahkan ada istilah khusus untuk kondisi ini, yaitukaroshi.
Secara harfiah,karoshiditerjemahkan sebagai: kematian akibat kerja yang berlebihan.Karoshidiakui sebagai penyebab kematian di Jepang.
Bagaimana seseorang bisa meninggal akibat kerja yang berlebihan di Jepang? Yuk, kita simak pembahasan lebih mendalam tentangkaroshi.Karoshiadalah fenomena terkenal di Jepang, dimana korban sering bekerja selama 14 jam sehari, selama seminggu penuh. Beberapa korbankaroshibekerja selama 80 hari berturut-turut dan lebih dari 100 jam selama berbulan-bulan pada suatu waktu.
Pola kerja seperti ini mengakar karena adanya budaya yang menjunjung tinggi kerja keras, dan pengorbanan diri. Selain itu, ledakan ekonomi pada tahun 1980-an mendorong pekerja untuk semakin produktif.Sebuah survei pada tahun 2004 oleh International Labour Organization menemukan bahwa lebih dari enam juta orang Jepang bekerja rata-rata lebih dari 60 jam per minggu.Karoshipertama kali terjadi pada tahun 1969. Waktu itu, seorang pria berusia 29 tahun, sudah menikah, bekerja di departemen pengiriman surat kabar terbesar di Jepang. Dia meninggal karena mendadak terserang stroke di kantornya
The Workers Compensation Bureau of Japan’s Ministry of Labor menganggap bahwa kerja berlebihan adalah penyebab kematian pria tersebut.Dalam tahun-tahun berikutnya,karoshimenjadi fenomena yang semakin dikenal di Jepang, terutama di kalangan pekerja kerah putih atau yang dikenal "salary men". Penyebab darikaroshibiasanya serangan jantung dan stroke.Ada fenomena lain yang terkait dengan kematian yang disebabkan oleh pekerjaan yaitukaro jisatsu. Berbeda dengankaroshi,karo jisatsuadalah kematian lantaran bunuh diri sebab seseorang terlalu banyak bekerja.
Tetsunojo Uehat, seorang ahli medis mendefinisikankaroshisebagai : kondisi dimana seseorang menjalani proses kerja yang tidak sehat secara psikologis dan dilanjutkan dengan cara mengganggu ritme kehidupan normal.
Kemudian lelah pada tubuh menumpuk disertai memburuknya tekanan darah dan pengerasan pembuluh darah, akhirnya terjadi kerusakan fatal pada tubuh.Bila diungkapkan lebih khusus,karoshiadalah bekerja tanpa henti, tidak ada keseimbangan dalam hidup, dan seseorang menderita dalam diam karena harus bekerja, tidak bisa mengekspresikan ketidakpuasan terhadap beban kerjanya yang berlebihan.
Baca Juga : Di Halmahera, Aksi Petugas KPPS Coblosi Kertas Suara Terekam dalam Video Ini