Find Us On Social Media :

Palsukan Kematiannya Selama 36 Tahun, Juan Pujol Jadi Mata-mata 'ilegal' untuk Dua Negara yang Saling Bermusuhan

By Intisari Online, Selasa, 12 Maret 2019 | 11:30 WIB

Intisari-Online.com - Dengan berbagai tujuan, beberapa orang memalsukan kematiannya.

Jurnalis Rusia, Arkady Babchenko, tiba-tiba muncul di depan publik dalam keadaan hidup pada acara konferensi pers, padahal sebelumnya berita pembunuhan dirinya tersebar.

Babchenko mengatakan, pemerintah Ukraina telah membantu memalsukan kematiannya (bahkan melumuri dengan darah babi agar terlihat nyata) untuk menggagalkan rencana pembunuhan terhadap dirinya.

Ini bukan pertama kalinya seseorang memalsukan kematian. Setelah Perang Dunia II, mata-mata MI5 bernama Juan Pujol Garcia, pernah memanipulasi hal tersebut. Ia menjaga rahasianya selama hampir empat dekade.

Baca Juga : Kematian Dalai Lama ke-5 Harus Dirahasiakan Selama 10 Tahun Demi Istana Tertinggi di Dunia Ini, Kok Bisa?

Agen ganda

Pujol merupakan mantan pejuang Perang Saudara Spanyol yang sangat membenci totaliterisme – baik yang dipimpin Francisco Franco di Spanyol, maupun Adolf Hitler di Jerman.

Ketika Inggris berperang dengan Jerman pada 1939, Pujol bertekad untuk bergabung dengan Inggris sebagai mata-mata dan melawan Jerman. Namun, karena tidak memiliki koneksi sama sekali dengan Inggris, ia pun ditolak.

Meski begitu, Pujol tidak menyerah. Ia menjalankan rencana lain untuk membantu Inggris dalam perang.  

Berpura-pura sebagai pejabat Spanyol yang sedang bertugas di London, Pujol membuat kontak dengan anggota Nazi di Madrid.

Baca Juga : Studi: Kualitas Sperma Pria Menurun Secara Global, Ternyata Ini Penyebabnya!

Dia mengatakan tertarik mengintai Inggris dan memberikan informasi kepada Jeman.

Setelah itu, Pujol rajin menyerahkan berita palsu kepada Nazi. Mereka pun terkecoh, benar-benar mengira informasi tersebut dikirim dari London. Secara tidak langsung, Pujol menjadi agen ganda ‘ilegal’. Aksinya ini bahkan tidak diketahui oleh Inggris.

Stephan Talty, pengarang buku Agent Garbo: The Brilliant, Eccentric Secret Agent Who Tricked Hitler and Saved D-Day mengatakan, meskipun Pujol mengirim laporan palsu kepada Jerman, namun dia banyak menggunakan informasi faktual untuk membuatnya tampak resmi.

“Ia benar-benar mengumpulkan fakta dari ensiklopedia berbeda. Juga dari iklan dan lembaran pengumuman yang dilihat di jalan. Pujol memang amatir, namun ia bekerja keras dalam membuat portofolio agar diterima Inggris,” paparnya.

Baca Juga : Meski Nikmat, 6 Bagian Tubuh Ayam Ini Sebaiknya Tak Anda Konsumsi, Ini Bahayanya

Pada 1942, Pujol kembali mendekati pemerintahan Inggris. Ia menjelaskan perannya sebagai agen ganda dengan menunjukkan laporan-laporan palsu yang telah dibuat untuk Jerman.

Tanpa sepengetahuan Pujol, pemerintah Inggris sudah menyadari ada agen rahasia yang mengirimkan informasi palsu ke Jerman dari Portugal dan Spanyol. Namun, Inggris tidak pernah tahu siapa orangnya.

Ketika Pujol mengungkapkan identitasnya, mereka langsung membawanya ke London untuk bekerja dengan MI5 (badan intelijen rahasia Inggris).

Di lain sisi, Nazi masih berpikir bahwa Pujol merupakan mata-mata penting selama perang. Mereka tidak pernah mengetahui bahwa Pujol adalah agen ganda - meskipun beberapa informasi yang diberikannya terkadang salah.  

Baca Juga : Bertahun-tahun Diburu, Mullah Omar Pendiri Taliban Justru Tinggal Kurang dari 5 Kilometer dari Pangkalan Militer AS

“Saya rasa, Jerman tidak pernah berpikir ada seseorang yang bisa memalsukan banyak informasi. Mereka juga takut kehilangan agen terbaik dan jaringannya apabila memberhentikan Pujol,” kata Talty.

Kepada Jerman, Pujol mengatakan, ia memiliki 27 bawahan yang siap memberikan laporan terbaru.

Salah satu tipuan Pujol yang terkenal adalah ketika ia mengatakan bahwa rencana invasi Normandia adalah berita palsu - padahal, itu benar adanya. Karena informasi dari Pujol itu, Nazi tidak mempersiapkan diri untuk serangan dan sekutu berhasil melancarkan D-Day.

Pascaperang

Setelah perang berakhir pada 1945, Pujol lanjut bekerja di MI5. Ia menyelidiki apakah Jerman berencana untuk membangkitkan Reich Keempat. Dan ketika tugasnya selesai, Pujol berencana keluar dari Eropa untuk mengalihkan pikirannya dari kekejaman perang. Ia memilih Venezuela.

Baca Juga : 7 Manfaat Mandi Air Dingin, Salah Satunya Berpengaruh pada Kesuburan Pria

Namun, karena banyak mantan anggota Nazi yang juga memilih Venezuela sebagai tempat pelarian, Pujol berpikir, akan lebih aman jika orang-orang menganggapnya sudah mati. 

Pada 1948, Pujol menghubungi Tommy Harris, penanggung jawabnya di MI5. Mantan agen ganda tersebut meminta Harris mengumumkan ke semua orang bahwa ia meninggal di Angola akibat malaria. Harris kemudian menyebarkan berita ini ke seluruh organisasi. Setahun kemudian, duta besar Inggris pun melaporkan kematian Pujol ke negara asalnya, Spanyol.

Sementara itu, di Venezuela, Pujol menumbuhkan jenggot dan mengenakan kacamata agar tampak berbeda.

Ia menjaga rahasia kematiannya hingga tahun 1980. Saat itu, Nigel West, penulis Inggris, menyelidiki kehidupan Pujol dan memiliki teori bahwa ia tidak pernah mati. West lalu melacak keberadaan Pujol dan menemukan kebenarannya.

Baca Juga : Pakai Trik Celana Jins, Pria Ini Berhasil Selamat Setelah 3 Jam Hilang di Laut

Menurut Talty, Pujol tidak bermaksud memanipulasi kematiannya selama itu. Ia bisa saja mengungkapkan kebenaran pada 1960an, ketika situasi sudah aman, dan Nazi tidak akan bisa membahayakannya lagi. Namun, karena malu akan kariernya yang redup di Venezuela, Pujol memutuskan untuk tetap bersembunyi dari dunia.

“Jika membaca sejarah spionase, Anda pasti mengetahui ada begitu banyak agen ganda yang terjebak karena uang. Namun, itu tidak terjadi pada Pujol. Ia merupakan agen ganda yang idealis, dan itu sangat langka. Pujol melakukan semuanya karena idealisme yang ia miliki,” jelas Talty.

Pujol benar-benar meninggalkan dunia ini pada 1988. ()

Artikel ini pernah tayang di nationalgeographic.grid.id dengan judul "Juan Pujol, Mata-mata yang Memalsukan Kematiannya Selama 36 Tahun"