Malam Ini Akan Ada Fenomena Supermoon di Indonesia: Inilah Pencetus Nama ‘Supermoon’!

Tatik Ariyani

Penulis

Richard Nolle yang seorang astrolog berkata bahwa dia pertama kali memiliki ide tentang nama supermoon. Tepatnya pada tahun 1979.

Intisari-Online.com – Malam ini, Senin (21/1/2019), fenomena Supermoon atau Bulan Purnama akan kembali menyambangi Bumi.

Kabar baiknya lagi, fenomena langka ini dapat dilihat dari Indonesia.

Menurut astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo, fenomena munculnya supermoon ini bersamaan dengan gerhana bulan.

"Kalau Gerhana Bulannya tidak bisa dilihat karena terjadinya waktu siang hari di Indonesia.”

Baca Juga : Istri Ustaz Nur Maulana Meninggal Karena Kanker Usus: Remaja yang Idap Obesitas, 2 Kali Lebih Mungkin Kena Kanker Usus

“Tapi Supermoon jelas bisa dilihat besok malam," kata Marufin kepadaKompas.comvia pesan singkat, Minggu (20/1/2019).

Untuk bisa mengabadikannya, Marufin berkata Anda bisa menggunakan berbagai jenis kamera, baik DSLR maupun kamera handphone.

Berbicara mengenai fenomena supermoon memang tidak akan pernah ada habisnya. Karena fenomena yang langka ini tidak akan berhenti membuat kita kagum.

Namun sebenarnya darimana asal kata ‘supermoon’?

Dilansir dariThe Atlantic, pada Januari 2018, Richard Nolle yang seorang astrolog asal Tempe, Arizona berkata bahwa diapertama kali memiliki ide tersebut pada tahun 1979.

Nolle kemudian memakainya di artikel berjudul “Dell Horoscope” yang terbit pada tahun 1980-an di sebuah majalah horoskop.

Baca Juga : Istri Ustaz Nur Maulana Meninggal Karena Kanker Usus: Awas, Makanan Sepele Ini Bisa Picu Kanker Usus

Alasan Nolle adalah untuk memudahkan orang ketika ingin menjelaskan tentang peristiwa gerhana bulan yang terjadi ketika posisi bulan berada di titik orbitnya yang terdekat dengan Bumi (Perigee Syzgy).

"Jadi, saya berpikir untuk mencari kata yang sedikit lebih eufonik atau enak didengar," kata Nolle seperti dikutip kompas.com dari The Atlantic.

Dia pun mulai mendapati kata "supermoon" banyak digunakan di makalah sains dan teks berita sejak 2009.

"Penulis sains mulai menggunakannya dalam artikel mereka. Tentu, saya senang," kata Nolle.

Dia pun membandingkan dirinya denganJoannes Kepler, ilmuwan asal Jerman di abad 17 yang belajar banyak tentang data-data meteorologi untuk mendukung teorinya saat menulis makalah dengan berbagai topik, termasuk astrologi.

Belakangan, kata Nolle, para astronom banyak mengadopsi istilah-istilah yang Kepler gunakan.

Nolle sendiri dikenal sebagai astrolog yang mendukung teori bahwa gerhana bulan mempengaruhi terjadinya gempa bumi, gunung meletus atau perubahan perilaku manusia di Bumi.

Sebuah mitos yang kerap dipecahkan oleh penelitian sains.

Baca Juga : Hidung Keluar Darah, Sopir Angkot Tewas karena Makan Durian Terlalu Banyak: Bahayakah Makan Durian Terlalu Banyak?

Ketertarikan Nolle terhadap pengaruh bulan terhadap bumi dimulai saat dirinya mengajar Angkatan Laut Amerika Serikat untuk berlayar sekitar tahun 1980-an.

"Ketika Anda berlayar di laut Atlantik atau di mana pun, Anda akan waspada terhadap pasang surut gelombang laut.”

“Tergantung seberapa bagus kapal Anda untuk bisa melalui ombak yang sewaktu-waktu bisa pasang dan surut, terutama saat supermoon menjadi pemicunya.”

“Air laut sangat mudah masuk dan keluar dari saluran di kapal Anda," kata Noelle.

Perlu Anda ketahui, selain fenomena supermoon pada malam nanti, akan ada fenomena gerhana langka lainnya di tahun 2019 ini.

Nah, di tahun 2019 ini akan ada 5 gerhana yang terjadi di Asia Selatan dan Amerika Selatan.

Pada 2 Juli, gerhana matahari total akan melewati bagian selatan Chili dan Argentina, dan bagian Pasifik Selatan.

Kemudian pada bulan Desember, gerhana lain akan melewati Semenanjung Arab dan melengkung di wilayah Asia Selatan.

Jangan sampai terlewat menyaksikan gerhana bulan dan gerhana matahari ini ya!

Baca Juga : Ajaib! Bayi 9 Bulan Ini Selamat Setelah Alami 25 Kali Serangan Jantung Dalam Sehari

Artikel Terkait