Penulis
Intisari-Online.com - Pemilu kali ini juga sekaligus menjadi dilema bagi parpol. Utamanya bagi parpol menengah kecil akibat parliamentary threshold (ambang batas parlemen) dari 3,5% menjadi 4%.
Selain itu juga terjadi perubahan mekanisme konversi suara sainte lague. Jumlah parpol yang terdaftar sebagai peserta pemilu juga merupakan tantangan bagi partai untuk berstrategi.
Keserentakan pemilu menempatkan parpol pada posisi tidak mudah.
Di saat yang sama, parpol harus memilih memenangkan paslon capres-cawapres yang didukungnya serta harus memikirkan keberlangsungan partainya sendiri.
Baca Juga : Catat! Ini Daftar Lengkap Caleg Eks Koruptor pada Pemilu Legislatif 2019
Pun demikian dengan relawan. “Tingkat kerelawanan yang berbeda,” begitu Arya menyebutnya.
Dulu, relawan dikelola secara mandiri, terbentuk secara alamiah. Mereka menjadi relawan karena adanya kesamaan ide dan gagasan yang terbentuk sendiri dan tanpa pamrih.
Akses logistik juga dipenuhi sendiri sehingga lebih independen. “Suka” menjadi relawan terwujud kala tidak ada keinginan untuk mendapatkan posisi/akses tertentu.
“Kalau sekarang terbentuknya dari atas,” ujar peneliti dari Center of Strategic and International Studies (CSIS) ini.
Baca Juga : Inilah Partai Peserta Pemilu 2019 dengan Uang Terbanyak Menurut Hasil Survei
Misalnya saja Bravo 5 yang diinisiatori Luhut Pandjaitan dan Ma’rufnomics yang dikoordinatori Deddy Mizwar untuk Jokowi-Ma’ruf.
Sedangkan untuk Prabowo-Sandi, ada Roemah Djoeang yang dikoordinatori Pius Lustrilanang (politikus Gerindra) dan Indonesia Muda yang diketuai Lutfi Nasution (politikus PAN).
Pembentukan relawan ini punya target masing-masing. Mulai dari meningkatkan popularitas hingga mendulang suara pada daerah tertentu. Akan tetapi persoalannya, relawan bentukan atas ini patut dipertanyakan soal solidaritas, kekompakan dan loyalitas anggotanya.