Find Us On Social Media :

Ketika Belanda Merasa Ketakutan dan Rela Memberikan Papua Tanpa Syarat, Pertumpahan Darah pun Terhindarkan

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 20 Maret 2018 | 06:00 WIB

Ribuan sukarelawan yang terlah diterjunkan ke bumi Irian Barat baik lewat udara maupun laut telah membuktikan prinsip one way ticket itu karena jumlah personil yang gugur mencapai ratusan orang.

Sebagai contoh, Mayor Urip Santosa, komandan Pasukan Katak yang diberangkatkan dalam Operasi Jayawijaya melukiskan bagaimana kondisi dan suasana hati melaksanakan misi tempur one way ticket itu ketika berpamitan, yang diyakini untuk terakhir kalinya, kepada keluarganya.

Dalam buku Dan Toch Maar: Apa Boleh Buat Maju Terus! (Penerbit Buku Kompas 2009), Mayor Urip menuliskan:

“Akhirnya tiba waktu pemberangkatan untuk menunaikan tugas.

Dua hari sebelumnya kepada kami dibagikan dog tag dengan tulisan hanya nama dan nomor pokok. Surat menyurat harus lewat sensor.

Hal ini semua tentunya untuk menjaga sekuriti kesatuan dan operasi. 

(Baca juga: Sebagai Aset Sejarah dan Wisata Nilai Kekayaan di Museum Dirgantara Mandala Yogya Capai Jutaan Dolar)

Tiba waktunya saya pamitan pada istri dan ibunda saya. Istri saya baru saja melahirkan anak kedua kami, seorang laki-laki.

Ibunda dan istri saya keduanya ternyata tabah dan tidak memperlihatkan rasa was-was.

Mereka berdua ikhlas melepaskan saya demi perjuangan. Di kemudian hari saya menanyakan kepada beberapa rekan sejawat saya, mengenai soal pamitan akhir ini pada keluarga.

Umumnya situasi sama seperti yang saya alami. Saya kira waktu itu suasananya seperti menjelang dan paska Proklamasi 1945.

Suatau suasana rasa cemas (zeitgeist) yang kini rasanya tidak kita temui lagi.”