Find Us On Social Media :

Obituari: Terbebaslah dari Kursi Roda, Stephen Hawking!

By Muflika Nur Fuaddah, Rabu, 14 Maret 2018 | 19:15 WIB

Mengingat Hawking juga mengingat diri sendiri.

(Baca juga: Fisikawan Ini Prediksi Bahwa Manusia Mungkin Akan Berkomunikasi Dengan Alien pada Akhir Abad Ini)

Saya mengingat ketika menitikkan air mata saat membaca buku Hawking dalam perjalanan di dalam bus sepulang dari toko buku Gramedia.

Hingga terpaksa harus saya tutup dulu buku itu untuk meredakan tangis agar tidak menimbulkan kecurigaan penumpang lain.

Hawking menyebut nama Nikolas Kopernikus dan Galileo Galilei pada awal pembahasan mengenai tata surya.

Saya takjub akan keluasan pengetahuan sekaligus sedih mengingat orang-orang seperti mereka harus sembunyi-sembunyi bahkan menanggung hukuman mati hanya untuk mengungkapkan sebuah gagasan.

Seakan salah dan benar, lurus dan sesat dapat diukur dan dibuktikan.

Pernah juga suatu malam saya melewatkan tidur dan menghabiskan waktu hanya menatapi langit malam penuh gemintang serta mengira-ngira berapa pesawat yang telah lalu lalang tak sadar akan kehadiran saya pada malam itu.

Dingin malam terasa begitu segar seiring memandangi masa lalu. Ya, masa lalu.

“Ketika kita memandang alam semesta, kita sedang memandang masa lalu,” persis seperti ucapan Hawking dalam A Brief History of Time.

(Baca juga: Remaja Ini Menangkan Hadiah Rp3,3 Miliar Berkat Cara 'Cantiknya' Jelaskan Teori Relativitas Einstein yang Rumit)

Cahaya yang kita lihat sekarang dari galaksi-galaksi nan jauh itu sesungguhnya telah mati jutaan tahun lalu.