Find Us On Social Media :

Obituari: Terbebaslah dari Kursi Roda, Stephen Hawking!

By Muflika Nur Fuaddah, Rabu, 14 Maret 2018 | 19:15 WIB

Intisari-Online.com - Pagi ini saya mengetahui kabar kematian Stephen Hawking pertama kali dari timeline Twitter.

Sontak sosoknya yang terduduk di kursi roda karena kelumpuhanmenyeruak di benak saya yang pagi hari ini sedang dipenuhi dengan teks-teks  lain yang antri menunggu untuk dipahami.

Stephen Hawking has died,” sedikit ragu saya akhirnya mengirimkan pesan ini kepada seorang teman.

I heard. I wonder what his latest work was on,” balas teman saya tak lupa menyertakan emotikon sedih sebagai penanda perasaanya yang entah benar-benar sedih atau hanya berusaha sopan sebagaimana seharusnya.

(Baca juga: 6 Prediksi 'Gila' dari Stephen Hawking, Termasuk 'Sosok' yang akan Singkirkan Manusia Sebagai Penguasa Bumi)

Teman saya adalah penggemar science fiction, yang tak hanya Hawking, Neil DeGrasse Tyson juga pernah dia coba ceritakan kepada saya yang berpengetahuan serba tanggung.

Ketika saya tertarik memahami waktu, lebih jauh, dia memiliki imaji yang mengembara mengendarai mesin waktu.

Alih-alih membicarakan kajian terakhir Hawking, dia kemudian mengajak melupakan topik yang membuat saya larut dalam kesedihan semu ini.

Tapi nampaknya saya memilih menggarami luka, mengabadikan kesedihan (jika abadi itu ada), seperti biasanya.

Sedih ini segera berubah tangis, dan tangis berubah raungan saat saya mengingat usaha-usaha Hawking dalam memahami semesta, dalam memahami kehidupan.

Hampir setiap hari saya menatap langit entah dengan pandangan remeh sekejap atau sebaliknya.

Entah itu gelap legam atau biru cerah, langit akan selalu menimbulkan ketakjubkan yang tak ada bosannya meski mereka hampir setiap hari saya pandangi.

Namun seperti cermin, kadang tatapan ke langit itu justru membawa saya kembali ke dalam diri sendiri, dan di situ segala sesuatu seakan tak pernah usai.