Find Us On Social Media :

Di Desa Ini, Memetik Durian Dianggap Dosa, Ada Sanksi Adat Bagi yang Nekat Melanggar

By Ade Sulaeman, Sabtu, 10 Maret 2018 | 15:45 WIB

Intisari-Online.com – Itu memang terjadi di Desa Tenganan Pegringsingan, salah satu kawasan adat Bali aga (asli).

Dosa, dalam bahasa setempat, memang berbeda dengan dosa yang kita kenal.

Itu satu bentuk hukuman bagi pemetik buah durian tanpa izin di kawasan adat yang juga banyak menyimpan pelbagai keunikan adat-istiadat tradisional lainnya.

Wartawan lntisari A. Hery Suyono dan I Gede Agung Yudana sempat mengintip ke sana.

(Baca juga: Dari Bertukar Istri Hingga Membunuh Anak, Inilah 10 Hal Mengerikan Dalam Kehidupan Seksual Orang Eskimo)

--

Welcome to Tenganan. Tulisan itu terpampang pada papan di depan pintu masuk Desa Tenganan Pegringsingan, Bali. Meski cuma semeter lebarnya, itulah pintu gerbang utamanya, tempat keluar-masuknya warga Tenganan, dan juga wisatawan.

Kampung adat ini memang salah satu tempat yang menyimpan sejumlah daya tarik wisata tersendiri, di luar puluhan objek plesiran konvensional lainnya di Pulau Bali.

Berbeda dengan perkampungan lain di sekitarnya, kampung adat seluas 3 ha itu dikelilingi dinding pagar batu hitam hampir setinggi tubuh orang dewasa. Lebih menyerupai sebuah benteng kuno ketimbang desa.

Tembok pagar tinggi itu seolah membentengi segenap isinya dari persinggungan dengan pengaruh “dunia luar”.

Menebang pohon dilarang

Sebagai salah satu permukiman masyarakat Bali aga, seperti halnya Desa Trunyan di dekat Danau Batur dan juga Sembiran di kawasan Bali Utara, masyarakat Tenganan memang masih menganut sistem adat tradisional yang ketat.