Find Us On Social Media :

Berhenti Memburu Harimau Sumatera! Sebab Mereka Bisa Menjaga Hutan Kita Agar Tetap Lestari

By Mentari DP, Selasa, 6 Maret 2018 | 15:15 WIB

Intisari-Online.com - Harimau sumatera (Panthera tigris sondaica) adalah subspesies terakhir yang tersisa di Indonesia.

Ratusan tahun lalu, memang ada harimau bali (Panthera tigris balica) dan harimau jawa (Panther tigris sondaica), namun keduanya sudah dinyatakan punah.

Harimau bali dinyatakan punah pada 27 September 1937 dan harimau jawa sudah punah sejak 1980-an.

Tak ada yang tersisa dari keduanya akibat perburuan dan hilangnya habitat. Hal yang sama kini mengincar harimau sumatera.

(Baca juga: Banyak Hal yang Belum Kita Ketahui tentang Harimau Sumatera)

(Baca juga: Gawat, Habitat Harimau Sumatera Makin Terancam!)

Sejak 2008, pesies ini sudah dimasukkan dalam kelompok terancam punah oleh The International Union for Comnservation of Nature (IUCN), statusnya kritis.

Sebuah studi yang diterbitkan jurnal Nature Communications, Selasa (5/12/2017), menyatakan bahwa populasi harimau sumatera telah mengalami penurunan drastis.

Pada tahun 2000 jumlah populasi harimau sumatera di alam liar sebanyak 742 ekor. Angka ini turun menjadi 618 pada 2012.

"Kalau menurut pantauan hasil analisis 2015, (populasinya) sekarang ada 600-an ekor," kata Munawar Kholis, Ketua Forum HarimauKita (FHK), saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/3/2018).

Ia menjelaskan 600-an ekor harimau sumatera tadi tersebar di seluruh hutan di kawasan Sumatera.

Mari kita bagi hutan di Indonesia menjadi dua kelompok, yakni hutan yang cakupannya luas dan hutan yang cakupannya kecil atau sempit.

"Harimau dewasa (jantan) bisa menjelajah 25.000 hektar (250 kilometer persegi) hutan untuk berburu, sedangkan harimau betina sepertiganya. Saat harimau berada di hutan yang kecil, ia bisa ke luar dari hutan dan masuk pemukiman warga," ujar Munawar.

Selain itu, munculnya perkebunan juga mengubah kehidupan harimau.

Munawar mengatakan sebenarnya tidak masalah harimau hidup di perkebunan, hewan lain seperti babi hutan juga bisa hidup di perkebunan.

(Baca juga: Miris, Penduduk Desa di Sumatera Utara Membunuh Harimau Langka yang Dipercaya sebagai Makhluk Jadi-jadian)

Namun, makin banyaknya perkebunan ini yang membuat interaksi antara harimau dan manusia meningkat.

Saat interaksi meningkat, kemungkinan untuk hewan langka ini diburu dan munculnya konflik antara harimau dan manusia semakin besar.

Inilah yang membuat status harimau berada di titik kritis. Perburuan dan perdagangan masih merajalela, ditambah tidak munculnya efek jera.

Salah satu yang menarik dari hewan ini menurut Munawar adalah mereka memiliki alat komunikasi yang unik.

Tak hanya lewat suara yang mengaum dan ekor yang dapat menyampaikan berbagai macam emosi, harimau juga berkomunikasi lewat aromanya. Ya, harimau mampu mencium aroma kawanannya.

Menurut Munawar hal ini dihasilkan dari kelenjar yang ke luar bersamaan dengan air kencingnya.

"Ini juga dapat digunakan untuk melacak harimau ada di mana, aromanya tercium," katanya.

Harimau penjaga ekosistem hutan

Dengan menyelamatkan harimau, sebenarnya kita ikut membantu menyelamatkan ekosistem dan habitat hutan yang besar.

Sebagai predator puncak dalam rantai makanan di habitatnya, bila populasi harimau terus merosot maka kestabilan rantai makanan akan terganggu dan menyebabkan berbagai perubahan ekosistem.

Munawar berkata bila harimau aman dari kepunahan maka kondisi hutan akan terjaga dan seimbang.

"Harimau membantu terjaganya kesehatan sistem ekologi," katanya.

Jangan lupakan bahwa hutan juga memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air dan paru-paru dunia yang sangat dibutuhkan manusia. (Gloria Setyvani Putri)

(Baca juga: Kisah Satu Keluarga di Brasil yang Hidup Rukun Bersama 7 Harimau di Rumahnya )

(Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Harimau Sumatera, Predator Buas yang Bantu Hutan Tetap Lestari")