Find Us On Social Media :

Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta Jadi Kocar-Kacir Akibat Serbuan Pasukan Siluman di Siang Bolong

By Yoyok Prima Maulana, Senin, 26 Februari 2018 | 18:00 WIB

Lalu  dengan perantaraan kurir yang juga sedang menyamar sebagai pedagang, Soeharto diantar ke rumah adik Sultan HB IX, GBPH Prabuningrat saat malam tiba.

Pada tengah malam keduanya berangkat menuju rumah GBPH Prabuningrat dengan mengenakan pakaian abdi dalem (pelayan keraton) sehingga tidak mengundang kecurigaan terhadap patroli pasukan Belanda.

Di kediaman GBPH Prabuningrat, Soeharto secara rahasia kemudian  bertemu dengan Sultan HB IX.

Keduanya lalu merundingkan rencana operasi Serangan Umum 1 Maret yang juga merupakan serbuan ‘’pasukan siluman’’ di siang hari terhadap kedudukan militer Belanda.

BACA JUGA: 

Serangan Umum 1 Maret  1949 akhirnya bisa dilaksanakan secara lancar dan mampu menaikkan moril tempur pasukan gerilya RI dan sekaligus mengundang perhatian internasional.

Kota Yogyakarta berhasil dikuasai oleh ‘’pasukan siluman’’ selama enam jam dan setelah itu semua pasukan menghilang menuju pos-pos gerilya masing-masing.

Tapi Serangan Umum 1 Maret itu sendiri harus dibayar mahal karena sekitar 300 personel pasukan gerilya RI telah gugur, belum termasuk warga sipil yang ikut jadi korban.

Sedangkan di pihak Belanda, sebanyak 6 tentara tewas.

Kendati korban jiwa akibat Serangan Umum 1 Maret cukup besar namun serangan frontal yang membuat pasukan Belanda di Yogyakarta kocar-kacir itu  berhasil menguatkan posisi tawar RI di dunia internasional.

Belanda yang telah mengklaim negara RI lemah dan tidak punya pasukan untuk mengamankannya negaranya jadi buyar.

Apalagi selama bulan Maret 1949, pasukan gerilya RI yang terus melancarkan serangan bahkan telah mengakibatkan 200 tentara Belanda gugur.

PBB pun kemudian turun tangan dan berakibat pada hengkangnya pasukan Belanda dari Indonesia.

BACA JUGA: