Find Us On Social Media :

Nama Baru yang Bikin Malu: Ketika Imlek Dilarang Pak Harto

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 16 Februari 2018 | 20:30 WIB

Oh! Beruntung ketika menikah, saya dapat meminjam nama suami yang kemudian saya pakai sebagai nama pena saya.

(Baca juga: Lolos dari Maut, 7 Foto Ini Tunjukkan Keajaiban Masih Memberi Seseorang Kesempatan Hidup Kedua)

Bagi generasi kami, bertambahlah tugas untuk mengingat nama baru teman-teman, meskipun sampai hari ini kami masih saling memanggil dengan nama asli kami.

Nama baru tersebut kemudian diurus oleh Ayah begitu ia memperoleh Surat Kewarganegaraan Indonesia. Namanya Surat Pernyataan Ganti Nama. Untuk mengurusnya, Ayah menghabiskan waktu berbulan-bulan.

Mungkin sampai setahun. Kedua surat itu kemudian menjadi surat paling penting bagi keluarga kami yang harus dijaga layaknya menjaga nyawa. Karena itu surat-surat tersebut oleh Ayah dibungkus plastik, sebelum akhirnya ada teknologi laminating.

Ke mana pun kami pergi dan setiap kali kami harus berurusan dengan formalitas dan legalitas.

Kedua surat tersebut mesti ditunjukkan dan fotokopinya mesti diserahkan, beserta surat akta lahir (yang tentu masih menerakan nama asli kami) baik saat mendaftar sekolah, mengurus KTP, SIM, Paspor, atau mengurus surat-surat kontrak kerja sama, kepemilikan, dll.

Bullying dan diskriminasi

Dunia anak-anak adalah dunia yang jujur sekaligus kejam. Bullying terhadap anak-anak keturunan Tionghoa mulai biasa terjadi.

Kakak laki-laki saya, suatu hari dikeroyok oleh segerombolan anak-anak keturunan asing bukan Tionghoa, karena ia Tionghoa.

(Baca juga: Berkali-kali Terhindar dari Maut, Justru oleh Kumanlah Nyawa Jenderal Soedirman Terenggut)

Padahal, keluarga kami sudah biasa bergaul dengan berbagai kalangan, tak terbatas etnik Tionghoa.