Find Us On Social Media :

Nama Baru yang Bikin Malu: Ketika Imlek Dilarang Pak Harto

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 16 Februari 2018 | 20:30 WIB

Intisari-Online.com - Kebetulan saya termasuk generasi yang mengalami masa pemerintahan Bung Karno, di mana Imlek dirayakan secara bebas dan besar-besaran, dan saya juga merasakan masa Imlek ditabukan oleh Pemerintahan Soeharto.

Mengenang itu semua, yang saya rasakan adalah identitas kami sendirilah yang ditabukan.

Boleh dibilang, begitu orde baru berkuasa, aturan-aturan diberlakukan untuk menghapus budaya Tionghoa dari komunitas orang-orang peranakan.

Karena dipaksakan, terjadi hal-hal lucu sekaligus tragis.

Dalam soal ganti nama, muncul nama-nama aneh yang sangat artifisial. Upaya untuk tetap mengelayut pada identitas asli melahirkan nama-nama yang masih mirip-mirip dengan nama marga asli.

(Baca juga: Pesta Imlek di Taiwan: Tari Satu Kaki Tanda Dewa Mengabulkan Permintaan)

Beberapa pilihan segera menjadi hit, misalnya banyak marga Oey/oei (dibaca: ui) memilih: wijaya, wibowo, dan wi ... yang lain.

Orang marga Tan memilih nama baru a.l. Tandiono, Tanudibyo. Yang she Liem (baca: lim) menggantinya dengan Limawan atau lainnya. Ayah memilih Wijaya.

Nama baru yang bikin malu

Namun, sebagai orang Timur, Ayah tidak memandang enteng soal perubahan nama ini. Maka Ayah mendatangi seorang sinshe.

Sang sinshe menghitung-hitung dan mengusulkan nama baru apa yang cocok bagi Ayah, Ibu, dan anak-anak mereka. Saya menurut saja ketika ditentukan sebuah nama baru yang menurut perhitungan baik buat saya.

Saya tak terlalu memikirkannya, sampai ketika tiba-tiba Ibu Guru mengumumkan nama-nama baru para siswanya di kelas.

Ternyata betapa pun bagus hasil hitungan sinshe, di telinga saya nama itu aneh banget! Malunya .... Saat itu barulah saya menyadari bahwa soal nama ini soal seumur hidup.