Find Us On Social Media :

Jangan Sampai Terkena Taktik Devide et Impera dari Anak Negeri Sendiri, Ayo Katakan ‘Aku Orang Indonesia!’

By Ade Sulaeman, Selasa, 13 Februari 2018 | 10:45 WIB

Agaknya, taktik devide et impera yang berhasil menanamkan program mental paranoid secara otoritatif, bersumber pada kepemimpinan Alfa, baik semasa penjajahan maupun dalam tiga dasawarsa terakhir kehidupan bangsa Indonesia.

Selain itu dda pula tipe kepemimpinan Beta dengan landasan kekuatan feminin yang cenderung kooperatif.

Barangkali, pola kepemimpinan ini pernah berkembang pula dalam perjalanan hidup bangsa kita, setidaknya sebagai filospfi yang sedemikian menjunjung tinggi harmoni, keselarasan, dan ketenangan.

Namun, sejarah membuktikan, ingar bingar kepemimpinan Alfa berkembang terlalu dominan, sehingga mengalahkan kepemimpinan Beta yang cuma bisa berkutat di alam idealisme" tanpa bisa mengejawantah.

Lantas bagaimana?

Agaknya, kini dibutuhkan paradigma kepemimpinan pola lain. Bukan Alfa juga bukan Beta, melainkan kepemimpinan yang oleh Laurie Beth Jones disebut pola Omega.

Menurut Jones, kepemimpinan Omega memadukan secara arif dan harmonis gaya Alfa maupun gaya Beta.

Kepemimpinan Omega melampaui (mentransendensi) Alfa yang maskulin otoritatif maupun Beta yang feminin kooperatif.

Wujud konkret kepemimpinan Omega adalah rasa belas kasihan (compassion) dan empati dari para pemimpin terhadap sesama manusia, siapa pun.

Belas kasihan dan empati yang dipancarkan para pemimpin di tengah khalayak warga negara, akan mengikis program lama paranoid yang hanya mengakibatkan perpecahan, kecurigaan, serta perseteruan antarmanusia Indonesia.

Jones melukiskan rasa kasih dan empati seperti kata-kata yang diucapkan seseorang untuk sahabatnya yang sedang menderita sakit, "Aku harap bisa menyerap rasa sakitmu, sehingga rasa sakit itu akan pergi meninggalkanmu".

Empati dan belas kasihan juga diibaratkan sebagai keputusan dan tindakan seorang nahkoda kapal pengangkut pesawat yang mau menyediakan ruang untuk segelintir insan yang terancam kematian, karena pesawat terbang yang mereka tumpangi kehabisan bahan bakar.

la harus membuang banyak barang berharga di kapalnya ke laut, supaya kapal terbang naas itu bisa mendarat di kapalnya.

Indonesia yang paranoid membutuhkan pemimpin Omega yang penuh belas kasihan dan empati.

(dr. Limas Sutanto, DSJ, pengamat psikososial. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 1999)

(Baca juga: Kesulitan Perbaiki Jet Tempur Kiriman Isreal, Para Teknisi TNI AU Terpaksa Gunakan Kepala Kerbau)