Penulis
Intisari-Online.com – Kebiasaan makan mi instan seminggu tiga kali, bisakah berefek buruk bagi kesehatan?
Mi instan sebetulnya bukan makanan yang berbahaya.
Memang pernah ada isu yang mengatakan bahwa mengonsumsi makanan ini bisa merugikan kesehatan.
Menurut saya, pendapat ini tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah.
(Baca juga: Anak Miliarder Ini Disuruh Ayahnya Jadi Orang Miskin, Hanya Dibekali Uang Rp100 Ribu)
Kalau dikonsumsi secara wajar, mi instan tidak berbahaya. Ia bisa merugikan kesehatan kalau konsumsinya berlebihan.
Bagaimanapun, mi instan punya kelebihan yang berguna. Makanan ini murah, penyiapannya juga mudah dan praktis. Bisa menjadi pilihan di saat darurat.
Tidak mudah menentukan batas antara konsumsi yang wajar dan berlebihan.
Yang pasti, anjuran umum dalam mengonsumsi makanan: usahakan bervariasi.
Jadi, sebaiknya tidak makan mi instan setiap hari.
Mi instan yang sehari-hari kita jumpai merupakan produk yang peredarannya sudah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Jika diperhatikan baik-baik dikemasannya, di sana terdapat pesan yang disampaikan secara tersirat.
Pada gambar muka, terlihat sebuah mangkuk atau piring yang berisi mi dengan lauk-pauk lainnya. Gambar ini bukan tanpa maksud.
(Baca juga: Bejat! Remaja Ini Coba Perkosa Ibunya Setelah Sebelumnya Perkosa Adik Perempuannya Sendiri)
Pesannya kira-kira begini, “Akan lebih baik kalau Anda mengonsumsi mi ditambah dengan sumber protein serta serat.”
Pesan ini penting karena memang komposisi nutrisi mi instan tidak seimbang. Sebagian besar kandungannya adalah karbohidrat yang berasal dari tepung terigu.
Kandungan serat dan proteinnya sangat kecil. Serat hanya sekitar 2 – 3 g per kemasan. Protein hanya sekitar 7 – 9 g per kemasan.
Mi instan bisa menjadi makanan dengan gizi yang lebih seimbang bila dikonsumsi dengan tambahan, katakanlah, telur rebus, sayuran seperti sawi hijau, daun bawang, dan irisan tomat.
Kandungan lain yang cukup dominan di dalam mi instan adalah mineral di dalam bumbunya, terutama natrium.
Di kemasannya, natrium mungkin tertulis sebagai sodium. Umumnya berbentuk garam, penguat rasa monosodium glutamat (MSG), dan pengawet natrium benzoat.
Kandungan natrium per kemasan terhitung cukup tinggi, mencapai sekitar 700 – 1.000 mg.
Sebetulnya natrium termasuk mineral yang vital untuk kelangsungan metabolisme tubuh kita.
Namun, bila terlalu banyak dikonsumsi, mineral ini justru merugikan kesehatan sebab bisa meningkatkan tekanan darah, menimbulkan hipertensi, gangguan denyut jantung, hingga akumulasi cairan yang bisa menyebabkan bengkak pada organ-organ vital, salah satunya otak.
Kandungan lain mi instan tidak boleh dilupakan adalah zat-zat aditif (tambahan) seperti pengawet, pewarna, perasa, pengental, dan sejenisnya.
Bahan-bahan tambahan ini harus kita waspadai. Jika terlalu banyak dikonsumsi, bahan-bahan ini mungkin saja mendatangkan efek buruk seperti gangguan sistem saraf, sistem pencernaan, bahkan tumor.
Pada anak-anak, bisa menyebabkan gangguan berkurangnya atensi serta hiperaktivitas (attention deficit and hyperactivity disorder, ADHD).
Salah satu cara mengurangi efek buruk dari kandungan natrium dan bahan-bahan tambahan ini adalah merebus mi instan lalu meniriskannya (membuang air rebusannya).
Di warung-warung makan, mi instan biasa disajikan dengan cara seperti ini. Mi yang sudah direbus dihidangkan dengan air yang baru.
Selain menambah nikmat, kebiasaan baik ini juga bisa mengurangi kadar natrium, pengawet, pewarna, pengental, dan bahan-bahan tambahan lainnya.
Namun, di sebagian warung kadang penjual punya kebiasaan buruk.
Mi yang sudah direbus dihidangan dengan tambahan bumbu penyedap rasa. Cara ini justru akan menambah kandungan natrium.
Sebagian orang memasak mi instan dengan tambahan kuah dari kaldu rebusan lemak sapi.
Cara ini mungkin bisa menambah kelezatannya. Tapi yang tidak boleh dilupakan, kuah kaldu akan menambah kandungan lemak yang tidak bersahabat bagi penderita kadar kolesterol tinggi.
Satu kemasan mi instan saja sudah mengandung lemak sekitar 15 – 18 g. Jumlah ini setara dengan hampir sepertiga dari kebutuhan lemak harian kita.
Kandungan lemak dan bahan-bahan di dalam tiap merek mi instan mungkin berbeda.
Sebagai konsumen, sebaiknya membiasakan diri memperhatikan keterangan di kemasannya.
(Dokter Mohammad Caesario, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 2012)
(Baca juga: (Foto) Suhu Anjlok Drastis, Rambut Bocah Ini Membeku, Bahkan Tangannya 'Retak')