Penulis
Intisari-Online.com - Sosiolog Daniel Bell menyebut sistem pembelian dengan cara utang yang terepresentasikan oleh kartu kredit sebagai satu dari dua penemuan manusia paling menakutkan setelah mesiu.
Kartu kredit bersanding dengan iklan, dalam kacamata Bell, telah mendekonstruksi paradigma berpikir masyarakat tentang prinsip pengendalian diri.
Teriakan Bell tahun 1960-an itu sepertinya masih relevan diungkit di hari-hari ini.
Di ranah pribadi, kita bisa merasakan sendiri gempuran varian produk kartu kredit lewat iklan.
(Baca juga: Pantas Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest Terlihat Memilukan, Ternyata 13 Hal Ini Yang Terjadi)
Iming-iming “kemudahan” transaksi dengan kartu kredit, mulai dari belanja baju, tiket pesawat, dan sebagainya, silih berganti menggoda.
Jika Anda menilai hidup Anda bisa lebih mudah dengan kartu kredit, tak soal memutuskan memiliki kartu kredit.
Kuncinya tetap pada pengendalian diri.
Menggunakan dengan bijak sembari melihat celah pemanfaatan secara optimal bisa menghindarkan Anda dari jebakan pahit kartu kredit.
Produk kartu kredit menawarkan keunggulan diskon harga bekerjasama dengan vendor tertentu.
Alih-alih memanfaatkan diskon itu untuk keperluan konsumsi semata, mengapa tidak mencoba mengubahnya menjadi instrumen produktif?
Misal, memakai kartu kredit untuk kulakan barang diskon lantas dijual kembali dengan margin di atas bunga utang.
“Sistem pembelian seperti ini bisa saja dilakukan bila kita sudah tahu arus barang dagangan yang dibelijualkan, juga kepastian jumlah yang dapat dijual kembali,” kata Pandji Harsanto, perencana keuangan dari Fin-Ally Financial Planning and Consulting.
Anda bisa mengejar pembayaran tagihan sebelum jatuh tempo sehingga Anda terbebas dari bunga.
Alhasil, kartu kredit yang identik sebagai utang konsumtif bisa Anda ubah menjadi modal usaha.
Tentu saja, itu bisa ditempuh setelah Anda cermat dan matang menghitung untung ruginya!
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul “Inilah salah satu temuan menakutkan di abad modern”
(Baca juga: Wanita Ini Pecandu Berat Film Porno Hingga Akhirnya Saat di Bali Menemukan Pencerahan)