Penulis
Intisari-online.com - Berbeda dengan Sukarno, kehidupan romansa Mohammad Hatta berbeda 180 derajat.
Di kalangan teman-temannya, Hatta dikenal tak pernah menunjukkan ketertarikannya kepada perempuan.
Suatu ketika para sehabatnya saat berkuliah di Belanda menjebaknya: mereka mengatur kencan dengan seorang gadis Polandia "yang menggetarkan lelaku mana pun."
Tentu saja, si gadis sudah dipesan untuk menggoda Hatta dengan segala cara.
BACA JUGA:Kisah Keanu Reeves yang Mengiris Hati, Anomali Selebritas Holywood
Apa yang terjadi? Malam itu di kafe yang romantis mereka cuma makan malam lalu berpisah.
Ketika ditanya kenapa rayuannya gagal total si gadis cuma menjawab, "Sama sekali tidak mempan. Dia ini pendeta, bukan lelaki."
Si gadis tentu saja bercanda. Hatta tidak antiwanita. Dia hanya ingin fokus berjuang untuk negeri yang dicintainya.
Hatta bahkan sangat peduli dan menjunjung tinggi harkat perempuan. Makanya Hatta sempat marah besar kepada Sukarno saat menikahi Hartini.
Dia tidak menerima sikap sahabatnya menduakan Fatmawati dan membuatnya "digantung tidak bertali."
Begitu marahnya Hatta, seperti ditulis di buku Mohammad Hatta: Biografi Politik, karya Deliar Noer, dia tak mau menemui Hartini untuk beberapa lama. Meski begitu, persahabatan Hatta-Sukarno tidak pudar. Urusan politik dan pribadi diberi batas tegas.
Bahkan Sukarno-lah yang menjadi comblang Hatta dalam urusan asama. Kisahnya berawal pada 1943 ketika pengacara Mr. Sartono mengadakan perjamuan untuk merayakan kepulangan Sukarno dari pembuangan di Bengkulu. Sejumlah tokoh hadir termasuk keluarga Ny. S.S.A Rachim beserta dua anak gadisnya Rahmi (17) dan Raharti (14).
Saat itu Hatta datang sendirian dan dia juga belum berkeluarga meski umurnya sudah 41. Dia memang pernah bersumpah, tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka.
Hal ini menarik perhatian Sukarno, sahabat karibnya. Dia ingin mencarikan pendamping untuk Hatta.
Hingga pada suatu kesempatan menjelang kemerdekaan Sukarno singgah ke rumah Ny. Rachim di Bandung. "Gadis mana yang tercantik di Bandung?" tanya Sukarno. Ny.Rachim tampak bingung dan menjawab sekenanya. Kemudian dia tanya balik kenapa Sukarno tanya seperti itu. "Ah, tidak apa-apa. Tanya-tanya kan tidak masalah," jawab si Bung Besar.
Setelah Proklamasi, Sukarno akhirnya minta Hatta untuk menentukan pilihannya.
"Waktu saya bertanya kepada Hatta, gadis mana yang dia pilih, jawabnya: 'Gadis yang kita jumpai waktu berkunjung ke Institut Pasteur, yang duduk di kamar sana, yang begini, yang begitu, tapi saya belum tahu namanya'," ujar Sukarno.
BACA JUGA:Inggit Garnasih, Kartini Terlupakan Di Belakang Soekarno
Sukarno kemudian menyelidiki. Ternyata gadis yang dimaksud Hatta adalah Rahmi, putri keluarga Rachim.
Akhirnya, sekitar dua bulan setelah Proklamasi, Bung Karno mendatangi keluarga Rachim, melamar Rahmi untuk Hatta. Pada 18 November 1945 Hatta menikahi Rahmi di sebuah vila di Megamendung, Bogor.
Pria sederhana ini benar-benar menepati janjinya, hanya akan menikah setelah Indonesia merdeka.
(Disadur dari Majalah Intisari edisi Agustus 2016, "Hatta: The Untold Story.")
BACA JUGA:Jalan Sunyi Jenderal Hoegeng, Jalannya Para Pemberani