Tulang-belulang dan potongan-potongan pakaian mereka dikuburkan sendiri-sendiri oleh anggota keluarga yang masih hidup setelah lebih dari tiga dekade mayat mereka berada di kuburan massal tanpa nama.
Tidak ada angka resmi berapa banyak orang meninggal karena kelaparan dan penyakit yang tidak diobati di desa-desa percontohan.
Namun menurut sebuah laporan berjudul Recovery of Historic Memory yang disiapkan oleh Gereja Katolik Roma, korban berasal dari 45 desa lebih dan Santa Avelina hanya salah satu diantara desa percontohan itu.
Jose Suasnavar, direktur eksekutif berkata dari 7.000 mayat dari perang yang telah digali, sekitar 1.000 mayat pengungsi dari desa percontohan.
Laporan The Catholic menjelaskan bahwa selain kurangnya perawatan medis, kelaparan mungkin menjadi salah satu penyebab kematian di Santa Avelina dan desa percontohan lainnya.
Tentara yang mengawasi desa percontohan tersebut harusnya bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi penduduknya.
Sejak penggalian di Santa Avelina dimulai, para ahli telah mengidentifikasi 108 korban melalui tes DNA atau melalui benda-benda pribadi yang dikenali oleh anggota keluarga.
Pengembalian mayat kepada keluarganya diiringi dengan membawa bunga dan penyalaan lilin seperti tradisi.