Find Us On Social Media :

Para Ibu, Balita pun Perlu Belajar Bahasa agar Lebih Optimal Kemampuan Berbahasanya

By Moh Habib Asyhad, Senin, 18 Desember 2017 | 17:45 WIB

Intisari-Online.com – Pintar berbahasa berarti pintar berkomunikasi. Hal itu patut disadari para orang tua.

Orangtua yang terjun di bidang kebahasaan tidak otomatis memiliki anak yang mumpuni berbahasa tanpa pengajaran yang tepat.

Semakin dini mengajar anak berbahasa dengan benar akan semakin baik pula hasilnya.

(Baca juta: Akhirnya Terungkap Bagaimana Heroiknya Kisah Gorila yang Selamatkan Seorang Balita di Tahun 1996)

(Baca juga: Sadis, Balita Ini Tewas Sementara Ibunya Kritis, Setelah Rumahnya Dibakar Istri Pertama Ayahnya)

Secara genetik anak memiliki LAD atau alat perekam bahasa yang peka dan kuat.

Namun, bila anak tidak mendapat input" yang memadai yang dapat direkam "alat" tersebut, tidak akan optimal pula kemampuan berbahasanya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai penentu keberhasilan anak belajar bahasa:

Komunikasi efektif: tetap luangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak, karena hal itu menjadi input yang baik untuk perkembangan keterampilan berbahasa anak-anak .

Cari pengasuh yang terampil berbahasa.

Bila Anda merasa kurang terampil berbahasa, carilah pasangan yang punya kemampuan sebaliknya. Tujuannya, untuk memperbaiki keturunan kita.

Setidaknya kalau salah satu orang tua memiliki bakat berbahasa yang kuat, besar kemungkinan bakat itu akan menurun pada anak-anak kita.

(Baca juga: Atasi Masalah Kekerdilan pada Balita, Pemerintah Dorong Peningkatan Konsumsi Ikan)

(Baca juga: Gara-gara Foto di Facebook, Kasus Kematian Balita Hampir 50 Tahun Lalu Terkuak)

Pemenuhan gizi untuk pembentukan kecerdasan anak. Anak cerdas akan mudah memahami setiap input bangsa yang ia terima.

la juga dengan mudah mengonstruksi setiap input bahasa untuk diterapkan pada kegiatan komunikasi.

Latihan yang konsisten: dalam hal ini harus melibatkan banyak pihak terutama anggota  keluarga dan lingkungan di sekitar kita.

Masa balita merupakan masa yang tepat untuk belajar berbahasa.

Pada saat itu saringan afeksi anak-anak masih lentur dan longgar, sehingga dengan mudah dan tanpa malu mereka praktik berbahasa. (Yuyus Robentien. S.Pd.)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 2002)