Find Us On Social Media :

Membantah Pandangan Kelompok Distopia, Facebook Luncurkan Sistem Pencegah Bunuh Diri

By Moh Habib Asyhad, Senin, 4 Desember 2017 | 20:20 WIB

Intisari-Online.com - Bak dua sisi mata uang, di samping segala kemudahan dan manfaat, kemajuan teknologi juga memiliki sisi kelam tersendiri.

Ia bisa membuat seseorang dari mengisolasi diri dari dunianya hingga bunuh diri.

“Menjauhkan yang dekat mendekatkan yang jauh” menjadi kalimat ironi bernada nyinyir para distopia.

Terlebih, Maret lalu di Indonesia sendiri beredar aksi bunuh diri melalui fasilitas Facebook Live yang tertanam pada aplikasi Facebook.

(Baca juga: Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)

(Baca juga: Keren! Meski Punya Keterbatasan Fisik, Nur Ferry Berhasil Persembahkan 4 Emas Bagi Indonesia, Bahkan Memecahkan 3 Rekor)

(Baca juga: Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)

Kepala petugas keamanan Facebook Alex Stamos menanggapi kekhawatiran ini dengan sebuah cuitan hangat  bahwa Facebook benar-benar peduli dan bertanggung jawab menggunakan AI.

Bahkan, seperti dilansir dari Techcrunch.com, kini Facebook memiliki software penyelamat hidup.

Sistem kecerdasan buatan (AI) ini dapat menelusuri gejala bunuh diri pada postingan pengguna ataupun komentar bernada khawatir.

Secara otomatis akan muncul peringatan kepada pengguna untuk melakukan konsultasi sebagai tindakan preventif lanjutan.

Namun, jika keadaannya sudah terlalu darurat maka sistem akan langsung melapor ke anggota community team Facebook untuk melakukan tindakan pencegahan.

Facebook juga bekerja sama dengan 80 mitra lokal pencegah bunuh diri seperti Save.org, National Suicide Prevention Lifeline dan Forefront untuk menyediakan sumber daya.

Dengan sitem ini Facebook dapat mendeteksi seluruh kemungkinan bunuh diri ke seluruh dunia … kecuali Uni Eropa.

Hal ini dkarenakan negara-negara Uni Eropa memberlakukan undang-undang privasi perlindungan data umum yang mempersulit penggunaan teknologi ini.

"Ke depan, AI akan dapat memahami lebih banyak bahasa, dan akan dapat mengidentifikasi isu selain bunuh diri, termasuk bullying dan ujaran kebencian,” posting Mark Zuckerberg penemu sekaligus CEO Facebook (27/11).

(Baca juga: Kerahkan Jet Siluman Dalam Jumlah Besar, Sinyal Amerika Sedang Siapkan Serangan Dadakan Ke Korut)

(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)

Menanggapi pertanyaan TechCrunch, Rosen, juru bicara Facebook mengungkapkan bahwa setiap pengguna akan terbaca dalam sistem ini.

Tidak ada pilihan untuk mencegah sistem mendeteksi setiap akun pengguna.  

Sesuai misi awal Facebook merancang fitur ini untuk meningkatkan keamanan pengguna.

Namun, peringatan yang ditawarkan oleh Facebook dapat segera diberhentikan jika pengguna tidak ingin melihatnya.

"Kami telah berbicara dengan ahli kesehatan mental, dan salah satu cara terbaik untuk mencegah bunuh diri adalah butuh didengar oleh teman atau keluarga yang peduli terhadap mereka," kata Rosen.

"Ini menempatkan Facebook dalam posisi  unik. Kami dapat membantu menghubungkan orang-orang dalam sulit ke teman dan organisasi yang dapat membantu mereka, " lanjutnya.

Cara kerja pelaporan bunuh diri di Facebook

Sekarang, jika seseorang mengekspresikan pemikiran tentang bunuh diri di semua jenis postingan Facebook, AI Facebook akan secara proaktif mendeteksi dan menandainya kemudian  membuat pilihan pelaporan untuk pemirsa lebih mudah diakses.

Ketika sebuah laporan masuk, teknologi Facebook dapat menyoroti bagian dari pos atau video yang sesuai dengan pola risiko bunuh diri atau yang menerima komentar terkait.

AI memprioritaskan postingan pengguna sebagai hal yang lebih mendesak daripada jenis pelanggaran konten lainnya, seperti konten kekerasan atau pornografi.

Facebook mengatakan bahwa postingan dengan konten bunuh diri ini akan dua kali lebih cepat dari laporan pelanggaran konten lainnya.

Sistem Facebook kemudian memunculkan sumber bahasa lokal dari mitranya, termasuk hotline telepon untuk pencegahan bunuh diri dan pihak berwenang di dekatnya.

Ia kemudian dapat menghubungi responden (mitra pencegah bunuh diri) untuk dikirim ke lokasi pengguna yang berisiko bunuh diri.

Atau menghubungkan dengan mengirimkan teman yang dapat berbicara langsung dengan pengguna.

"Salah satu tujuan kami adalah memastikan tim kami dapat merespons seluruh bahasa di dunia" kata Rosen.

Semoga, dengan begini angka bunuh diri di seluru dunia, khususnya di Indonesia, bisa semakin berkurang.