Find Us On Social Media :

Erupsi Gunung Agung: Apakah Debu Letusan Gunung Berapi Berbahaya Bagi Pesawat Terbang?

By Mentari DP, Selasa, 28 November 2017 | 12:30 WIB

Intisari-Online.com – Penutupan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, diperpanjang 24 jam sampai hari Rabu (29/11/2017).

Dikutip dari kompas.com, keputusan perpanjangan penutupan Bandara Ngurah Rai itu berdasarkan hasil rapat koordinasi erupsi Gunung Agung antara airlines, ground handling, Airnav Indonesia, serta BMKG.

Sementara itu, berdasarkan informasi pengamatan dari Volcanic Ash Advisory Centre Darwin, semburan abu vulkanik dari Gunung Agung telah mencapai ketinggian 30.000 kaki dan bergerak ke arah selatan-barat daya.

Semburan abu bergerak dengan kecepatan 5-10 knot dan masih mengarah ke Bandara Ngurah Rai.

(Baca jugaGunung Agung, 'Ring of Fire', dan 'Keakraban' Indonesia dengan Letusan Gunung Berapi)

(Baca juga: 5 Gunung Api Tertinggi di Dunia, Tingginya 2 Kali Lipat Gunung Agung di Bali)

Walau belum ada letusan hebat, tahukah Anda mengapa operasi bandara harus sampai tutup? Apakah debu letusan gunung berapi berbahaya bagi pesawat terbang?

Jawabannya adalah ya. Debu letusan gunung berapi berbahaya bagi pesawat terbang.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh NASA, debu gunung berapi bisa merusak fungsi baling-baling pada pesawat turboprop atau mesin jet dalam pesawat turbofan.

Padahal mereka adalah komponen vital dalam penerbangan.

Masalah ini terbukti pada insiden yang pernah dialami oleh pesawat Boeing 747-200 milik maskapai British Airways.

Pesawat yang dipanggil ‘Speedbird 9’ (nomor penerbangan BA09) itu melakukan penerbangan dengan rute Kuala Lumpur – Perth pada 24 Juni 1982.

Di tengah perjalanan, ketika melintasi Pulau Jawa, Indonesia, Speedbird 9 terperangkap di tengah abu letusan Gunung Galunggung.

Akibatnya empat mesin B747 tersebut mati karena menyedot debu silika Gunung Galunggung.

Kemudian, pilot menurunkan ketinggian jelajah dari 36.000 kaki menjadi 12.000 kaki. Beruntungnya, pilot berhasil menyalakan kembali mesin pesawat setelah terbang di ketinggian yang lebih rendah dan terbebas dari debu vulkanik.

Pada akhinya, Speedbird 9 melakukan pendaratan di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

(Baca juga: Bermodal Truk, para Relawan Ini Evakuasi Hewan Ternak dan Peliharaan dari Ancaman Gunung Agung)

Perlu diketahui, jika debu gunung berapi sulit untuk dihilangkan dan membutuhkan waktu lama untuk menghilangkan sepenuhnya.

Jika biarkan dalam jangka waktu lama, maka debu yang menempel dalam badan atau komponen pesawat bisa menyebabkan retakan-retakan halus di bodi pesawat.

Retakan di badan pesawat, sekecil apapun, tentu sangat membahayakan.

Sebab, badan pesawat di desain agar bisa “mengembang” dan “mengempis” saat di udara dan di darat karena ia menyesuaikan tekanan udara.