Find Us On Social Media :

Membandingkan Robert Mugabe dengan Diktator-diktator Lainnya dalam Sejarah Modern

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 24 November 2017 | 18:30 WIB

Pol Pot berusaha membasmi siapa pun yang dianggap intelektual, memaksa orang-orang yang tinggal di kota untuk bekerja di lahan pertanian yang kemudian dikenal luas sebagai ladang pembunuhan.

Uang, harta pribadi, dan agama dihapuskan.

Ribuan orang dieksekusi di pusat penahanan khsus dan ribuan lainnya meninggal karena kelaparan dan terlalu banyak pekerjaan.

Siapa pun yang mengeluh akan disiksa lalu dibunuh, dan masa pemerintahannya ditandai dengan eksekusi, kerja paksa, dan kekurangan gizi. Vietnam menyerang Kamboja dan pada 1979 menggulingkan rezim Khmer Merah.

(Baca juga: Selama 30 Tahun Alami Pembesaran Gusi, Pria Asal Kamboja Ini Akhirnya Sembuh Juga)

Pol Pot lalu melarikan diri ke wilayah perbatasan dengan Thailand namun pada 1997, setelah terjadi perebutan kekuasan di Khmer Merah, ia ditangkap oleh mantan rekan kerjanya. Ia lalu dijatuhi penjara seumur hidup.

Pol Pot meninggal pada 19 April 1998.

Saddam Hussein

Diktator Timur Tengah tersebut menjadi dikenal secara global selama Perang Irak sebelum ia digantung pada 2006 lalu.

Beberapa media menyebut bahwa Saddam adalah tiran paling brutal dalam sejarah kontemporer.

Pemerintahannya ditandai dengan pemerkosaan, polisi rahasia, pelanggaran hak asasi manusia, deportasi, pembunuhan, perang kimia, dan penghilangan paksa.

Dalam salah satu aksinya yang paling brutal, Saddam menyemprotkan gas beracun di desa Halbija, Kurdi utara pada 1988, dan menewaskan 5.000 orang yang dicurigai tidak loyal. Aksi itu juga melukai 10 ribu orang lainnya.

Di zamannya, tidak ada kebebasan berekspresi—bahkan surat kabar asing pun dilarang—dan bepergian.

Kim Il-sung

Pemimpin revolusioner Korea Utara Kim Il-sung memulai kelaliman keluarga Kim.

Upaya penyerbuannya ke Korea Selatan adalah katalisator untuk Perang Korea pada 1950 tak lama setelah ia mendirikan Republik Demokratik Korea—juga dikenal sebagia Korea Utara.

Perang ini juga menyeret Amerika dan sekutunya—sebagai sekutu Korea Selatan. Korban jiwa datang dari kedua belah pihak, tapi warga sipil adalah korban terbanyaknya.

Kim melanggengkan kekuasaannya dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. Ia menghilangkan lawan politiknya secara paksa dan membuat gulag untuk menimbulkan rasa takut bagi mereka yang menentangnya.

Kebijakan itu lalu diteruskan oleh anak dan cucunya sehingga bertahan hingga saat ini.

“Orang itu (Kim Il-sung) sudah mati, tapi pencucian otak dan penyiksaan mengerikan terus berlanjut. Kim Jong-un mengikuti jejak kakeknya,” ujar Phil Robertson, wakil direktur Human Right Watch cabang Asia.

Kepada HRW, warga Korea Utara yang berhasil keluar dari negaranya mengatakan bahwa sekarang teman, tetangga, anggota keluarganya bisa hilang sewaktu-waktu, sementara ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.