Find Us On Social Media :

Tiga Kesalahan Mallaby dalam Pertempuran Surabaya yang Akibatkan Sekutu Kalah dan Dirinya Terbunuh

By Ade Sulaeman, Jumat, 10 November 2017 | 14:30 WIB

Namun, rakyat Surabaya yang melihat adanya unsur NICA (embrio pemerintah kolonial Belanda) dalam kesatuan Inggris itu, mencurigai pasukan Inggris sebagai pembantu Belanda mengembalikan penjajahan baru di Indonesia.

(Baca juga: Mulai dari Pattimura Hingga Tan Malaka, Inilah para Pahlawan Tanpa Makam di Indonesia)

Suasana Surabaya menjadi eksplosif, ketika pada tanggal 27 Oktober 1945, sebuah pesawat Dakota Inggris dari Jakarta menyebarkan surat selebaran di atas Kota Surabaya, berisi perintah dan ancaman, agar rakyat Indonesia menyerahkan senjata mereka kepada Inggris.

Esoknya pecah pertempuran yang dahsyat. Dalam pertempuran ini nyaris Brigade Mallaby hancur, bila tak tertolong oleh gencatan senjata.

Atas desakan pucuk pimpinan tentara Sekutu di Indonesia, pada tanggal 29 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifudin, terbang ke Surabaya.

Malamnya, melalui radio, Presiden Soekarno berseru kepada rakyat Surabaya agai mereka menghentikan pertempuran. Esoknya, 30 Oktober, sebuah persetujuan berhasil dirumuskan oleh Presiden Soekarno bersama Jenderal Hawthorn dari tentara Inggris.

Isi terpenting persetujuan antara lain, pihak Inggris mengakui TKR dan membatalkan isi surat selebaran mereka. Di samping itu tentara Inggris akan ditarik dari sejumlah posisi dan dipusatkan di kamp tawanan Jl. Darmo dan Tanjung Perak.

Dibentuk Kontak Biro

Sebagai pengawas gencatan senjata dibentuklah Kontak Biro. Dari pihak Indonesia anggotanya antara lain: Residen Soedirman, Doel Arnowo (Ketua Komite Nasional Indonesia), Roeslan Abdulgani (Sekretaris KNI), Mohammad (TKR), Sungkono (TKR) dan T.D. Kundan (penerjemah).

Sedang dari pihak Inggris anggotanya antara lain: Brigjen Mallaby, Kolonel L.H.O. Pugh dan Kapten H. Shaw.

Karena sulitnya komunikasi, pelaksanaan gencatan senjata belum merata. Di beberapa bagian kota tembak-menembak masih terjadi. Setelah persetujuan ditandatangani dan rombongan presiden kembali ke Jakarta, anggota Kontak Biro melanjutkan rapat.