Penulis
Intisari-online.com -Sekali lagi Presiden Joko Widodomembuat gebrakan yang mampu membuat tertegun masyarakatyang sesungguhnya sudah penat dengan hingar politik ini melalui hajatan mantu anak keduanya Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution.
Suguhan berupa pagelaran mantu yang digelar sesuai adat Jawa bergaya Surakarta yang masih menampilkan cara "ndeso" itu telah mampu mencairkan komunikasi-komunikasi politik yang selama ini mampet.
Tapi di sisi lain hajatan mantu Presiden Jokowi itu juga bisa menunjukkan siapa yang masih ingin mempertahankan kemampetan dalam komunikasi politik itu dengan cara tidak bisa datang ke hajatan.
Presiden Jokowi sebenarnya memaklumi jika banyak tamu undangannya yang tidak bisa hadir karena hajatan mantunya toh tidak dilaksanakan pada hari libur.
BACA JUGA:Cinta Suci Rahwana
Dengan alasan bukan hari libur itu jika suatu saat nanti Presiden Jokowi bertemu dengan orang yang pernah diundangnya ke acara mantu lalu bilang, ‘’Maaf Pak saya tidak bisa kondangan karena harus bekerja.’’
Maka Presiden Jokowi pun cukup menjawabnya dengan satu kata , ’’Ra popo’’.
Hajatan mantu yang diselenggarakan secara adat Jawa dengan masih mempertahan ciri khas budaya "ndesonya", memang merupakan hajatan yang mencerminkan harmoni hidup, ketenteraman, suka cita, kemakmuran, dan tanpa adanya konflik.
Dalam wujud pesta hajatan yang dipenuhi oleh berbagai simbol dan makna kehidupa bergaya "ndeso" itu sulit sekali orang hadir ke acara mantu Presiden Jokowi dengan untuk tujuan cari muka atau cari perhatian.
BACA JUGA:Misteri Janda Perawan Bung Karno
Pasalnya yang hadir ke acara mantu Jokowi terdiri dari warga yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat, seperti tukang becak, para bakul pasar, rombongan ibu-ibu pengajian, orang-orang tertentu yang mirip Jokowi, anak-anak sekolah dengan seragamnya, dan masih banyak lagi.
Singkat kata hajatan mantu Presiden Jokowi yang digelar apa adanya sesuai adat Jawa Surakarta dengan nuansa dan menu-menu "ndesonya" telah menjadi ajang pesta rakyat yang egaliter.
Pesta rakyat yang membuktikan Presidennya memang ingin menyatu dengan rakyatnya.
Sesuai motto dan pandangan hidup kebanyakan orang Jawa, ‘’mulyo bareng nek lagi rekoso yo bareng-bareng’’ (sama-sama makmur kalau lagi susah ya sama-sama susah).
BACA JUGA:Mulai Sekarang, Berhentilah Makan Nasi Sisa Kemarin! Ini Alasannya