Penulis
Intisari-Online.com - Presiden AS Donald Trump yang gemar beretorika dalam wujud perang kata-kata dengan pemimpin Korut Kim Jong Un rupanya tidak hanya membuat Korut makin geram dan ingin sekali merudal nuklir AS tapi juga membuat “senewen’’ Rusia.
Korut yang sudah menyatakan tak mau berunding lagi dengan AS karena lebih mengutamakan diplomasi menggunakan serangan rudal nuklir saat ini seperti sedang dalam posisi menghitung mundur (countdown).
Pasalnya, yang memperingatkan Korut sedang menghitung mundur untuk meluncurkan rudal nuklirnya ke daratan AS adalah Direktur CIA sendiri mengingat kemampuan Korut menyerang AS menggunakan rudal nuklir bukan dalam hitungan “beberapa tahun lagi’’ melainkan hitungan bulan.
Presiden Trump yang sudah mengancam untuk menghancur leburkan Korut pun, retorikanya segera diikuti oleh reaksi cepat militer AS dengan cara menyiagakan sistem pertahanan anti rudal di sepanjang perairan Pasifik hingga daratan AS.
(Baca juga: Saat AS Sibuk dengan Ancaman Serangan Nuklir Korut, Rusia Tengah Sibuk Ujicoba Rudal Balistik ‘Setan’)
Pesawat-pesawat pengebom nuklir B-1B Lancer dan jet-jet tempur siluman paling mutakhir seperti F-35 A Lightning II pun sudah disiagakan di pangkalan udara Jepang serta Guam selama 24 jam.
Militer AS pun seperti dalam posisi hitungan mundur untuk menggempur Korut karena tinggal menunggu perintah dari Presiden Trump selaku panglima tertinggi militer AS.
Tapi di tengah puncaknya ketegangan antara Korut dan AS, lagi-lagi Presiden Trum bikin ulah dengan retorikanya yang makin membuat situasi tambah runyam.
Pasalnya ketika AS dan Iran berunding tentang program nuklir di Iran untuk kepentingan industri, Presiden Trump langsung menyatakan tidak setuju.
Padahal sejumlah negara Eropa, Rusia, dan China beberapa tahun lalu sudah terlanjur menyetujui program pengembangan nuklir di Iran untuk kepentingan industri.
Keputusan sepihak AS itu bisa-bisa malah membuat Iran menjadi keras kepala seperti Korut dan secara diam-diam mengembangkan program nuklirnya untuk kepentingan persenjataan.
Namun ketika Presiden Trump dengan seenaknya beretorika mengenai larangannya terhadap program nuklir di Korut dan Iran, pada saat yang sama Presiden Trump juga menerapkan standar ganda.
Presiden Trump dalam retorikanya justru memerintahkan militer AS untuk meremajakan persenjataan nuklir yang masih dimiliki agar selalu dalam kondisi siap operasioal.
(Baca juga: Diandalkan untuk Lawan AS, Tentara Wanita Korut Malah Mendapat Pelecehan Seksual Dalam Latihan Serba Brutal)
“Program peremajaan persenjataan nuklir AS yang jumlahnya ribuan unit harus segera dilakukan. Mengingat kita tidak bisa begitu saja pergi ke supermarket dan membeli senjata nuklir dalam jumlah ribuan,” ujar Presiden Trump seperti dikutip oleh cnn.com.
Keputusan Presiden Trump itu langsung mengejutkan dan membuat “senewen” Rusia karena selama sekian dekade antara Rusia dan AS sudah sepakat untuk melakukan reduksi (pengurangan) terhadap persejataan nuklir yang dimiliki.
Rusia bahkan langsung menunjukkan taringnya dan berencana akan menguji peluncuran rudal balistik RS-28 Sarmat yang jika dimuati nuklir bisa menghancurkan kawasan seluas Texas, AS.
Rudal Sarmat yang bisa dimuati sejumlah hulu ledak nuklir dan mampu menempuh jarak 11.000 km itu bahkan diklaim Rusia bisa dengan mudah menembus sistem pertahanan anti rudal AS jenis apapun.
Ancaman Rusia untuk melakukan uji coba rudal Sarmat itu jelas mengandung “pesan serius dan sekaligus peringatan” bahwa AS sebenarnya tidak bisa seenaknya menggempur Korut karena dipastikan Rusia akan membelanya.