Find Us On Social Media :

Dokter Aznan Lelo, 'Dokter Ikhlas' yang Tak Pernah Sekalipun Pasang Tarif untuk Para Pasiennya

By Ade Sulaeman, Selasa, 24 Oktober 2017 | 13:30 WIB

Ia menuturkan, metode pengobatan yang dilakukan dr. Aznan sangat teratur dan bagus karena punya keahlian meracik obat.

“Kalau dokter lain resep obatnya mahal. Di sini obat yang diresepkan Buya relatif terjangkau dan kita bisa dapat di apotek mana saja.

Komposisi obatnya saya rasa sangat tepat, karena beliau sendiri ahli farmakologi.”

Sebagai pasien yang sudah sering berobat kepada dr. Aznan, Andi cukup tahu diri mengisi amplop.

“Saya sewajarnyalah, apalagi kalau anak kita sudah sehat, maka kalau ada rezeki kita tambah, kalau tak ada ya ala kadarnya,” tutur Andi.

(Baca juga: Pak Dokter Bilang agar Kita Tak Membersihkan Vagina dengan Mentimun)

(Baca juga: ‘Hobi’ Tembakan Senjata Secara Sembarangan, Dokter Anwari Tergolong Psikopat?)

Ia menilai dokter Aznan juga rajin bersedekah.

“Karena sudah lama kenal, pernah juga membuka amplop dari pasien di depan saya.Saya lihat bahkan ada yang memberi Rp5.000. Pernah uang dari amplop pasien dibelikan durian untuk dimakan sama-sama,” ujarnya.

Membandingkan dr. Aznan dengan dokter lain, Andi berkomentar, “Waduh, kalau di luar sana, untuk dokter anak saja sekali konsultasi bisa Rp200 ribu atau Rp250 ribu. Itu lain obat, ya. Terkadang ‘kan ada dokter yang komersil, diresepkan kepada kita brand tertentu yang susah kita cari, mau tak mau kita beli di apoteknya.”

Pendapat senada diungkapkan Restu Damanik (30) warga Jln. Siriaon, Madala By Pass, Medan.

Restu, karyawan di PT Midea Elektronik, mengaku, pada 2005 divonis dokter THT (telinga hidung tenggorokan) mengidap polip pada hidungnya dan harus menjalani operasi kecil.

Dari temannya ia tahu praktik dokter Aznan, kemudian dia datangi. “Alhamdullilah, setelah minum obat resep dari Buya, polipku sembuh dalam empat bulan.”

Dari pengalamannya berobat ke dr. Aznan, Restu menceritakan, pasien datang dari pelbagai tempat. Dari Aceh, Sidimpuan (Sumut), Rantauprapat (Sumut), dsb.

“Ada pasien dimarahi. Dia nanya berapa biaya berobatnya, terus kenak sental (dimarahi) sama Buya, ‘udah nggak usah bayar aja’, kata Buya,” cerita Restu.

(Baca juga: Dalam Setahun, Dokter-dokter di Kanada Sudah Bantu 2000 Orang untuk Bunuh Diri)

(Baca juga: Dikira Derita Kanker, Ternyata Benda Asing Inilah yang Ditemukan Dokter di Paru-parunya)

Menurut pengakuan Restu, sekali berobat ia memasukkan Rp25 ribu, kadang Rp30 ribu ke dalam amplop.

“Beginilah dokter yang kita inginkan, arif bijaksana, dan tidak komersil.”