Find Us On Social Media :

Apes, Gara-gara Tak Mahir Manjat Pohon, Agen CIA Ini Ditangkap Militer Indonesia

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 20 Oktober 2017 | 18:30 WIB

Intisari-Online.com - Pada 18 Mei 1958 dini hari, pesawat Angkatan Udara Revolusioner (AUREV) milik Pemberontak Rakyat Semesta (Permesta) yang dipiloti agen CIA, Allan Lawrence Pope, menyerang Pangkalan Udara Pattimura di Ambon.

Pada saat yang sama, di Lanud Liang, pilot P-51 AURI, Kapten Udara Dewanto juga sedang bersiap di kokpit pesawatnya untuk melaksanakan serangan udara menuju Lanud Mapanget AUREV di Manado.

Bahan bakar untuk terbang jarak jauh sudah diisi penuh. Begitu juga dengan amunisi senapan mesin dan roket untuk kepentingan dogfight serta gempuran ke sasaran di darat.

Ketika sedang bersiap-siap untuk take off, tiba-tiba Kapten Dewanto menerima berita tentang serangan udara AUREV di kota Ambon.

(Baca juga: Allan Nairn: Prabowo Halalkan Darah Sipil)

Sesuai perintah komandannya, Mayor Leo Wattimena, Kapten Dewanto segera take off dan melesat terbang menuju kota Ambon yang berjarak sekitar 31 km dari Lanud Liang.

Beberapa menit kemudian P-51 yang siap tempur sudah berada di atas udara Ambon. Kapten Dewanto melihat asap mengepul di mana-mana.

Puing-puing yang berserakan dan tersebar dalam jarak tertentu serta  pohon-pohon yang hangus berasap menandakan baru saja terjadi serangan udara di Ambon.

Kapten Dewanto kemudian melaksanakan terbang serach and destroy sambil melaksanakan manuver berputar-putar untuk melakukan observasi secara visual.

Setelah sekian menit terbang, B-26 Invader AUREV ternyata tidak terlihat. Kapten Dewanto lalu mengarahkan pesawatnya ke barat menuju lautan.

Demi persiapan dogfight sesuai prosedur, tanki bahan bakar cadangan untuk terbang jarak jauh (ferry tank) dilepas sehingga kecepatan dan kelincahan pesawat bertambah.

Kapten Udara Dewanto terbang makin rendah di atas permukaan laut. Pandangannya tertuju pada konvoi kapal ALRI yang akan melaksanakan serangan ke Sulawesi.

Sekonyong-konyong dilihatnya pesawat B-26 Invader AUREV yang sedang melaju ke arah konvoi kapal ALRI di bawahnya.

Menyadari hadirnya pesawat asing semua kapal ALRI segera mengumandangkan peran tempur udara sambil menyiapkan senapan dan meriam antiserangan udara.

P-51 Dewanto segera dipacu terbang mengejar dan beruntung bisa menempatkan diri persis berada di belakang B-26 tersebut.

Walaupun sempat ragu karena posisi musuh tepat antara kapal dan P-51, dan menyadari bahwa kapal-kapal perang ALRI mulai melepaskan tembakan, Kapten Dewanto juga langsung menembak dengan roketnya.

(Baca juga: Korut Kembali Ancam Menyerang, Donald Trump pun Diperingatkan CIA untuk ‘Jaga Mulut’)

Sebagai senjata luncur tanpa pemandu roket yang cocok untuk sasaran diam itu ternyata sulit menghantam sasaran bergerak.

Oleh karena itu semua roket yang ditembakkan Kapten Dewanto meleset.

Gagalnya gempuran roket kemudian disusul tembakan gencar senapan mesin 12,7 mm P-51 dalam jarak tembak efektif.

Pada saat bersamaan, kapal kapal perang ALRI juga terus melepaskan tembakan antiserangan udara.

Salah satunya, adalah KRI Sawega yang segera menembakkan senapan mesin mitraliur kaliber 12,7 mm dan senapan mesin water mantle kaliber 7,62 mm secara serempak.

Pesawat B-26 yang diterbangkan Allen Pope dan sedang menfokuskan sasarannya terhadap kapal-kapal perang ALRI apad awalnya rupanya tidak menyadari serangan gencar yang dilaksanakan P-51.

Akibat hantaman peluru senapan mesin P-51, B-26 tampak terguncang dan kemudian terbakar.

Pope beserta juru radio yang semula personel AURI, Hary Rantung tampak  berhasil bail out menggunakan parasut.

Atas keberhasilannya menembak jatuh B-26 AUREV, Kapten Udara Dewanto pun  menjadi ace pertama bagi Indonesia.

Posisi jatuhnya pesawat B-26 tersebut pada koordinat 03,40 LS dan 127,51 BT.

Dalam penilaian untuk menentukan confirmed kill, Kapten Dewanto yakin bahwa peluru 12,7  mm P-51 tepat mengenai sasaran.

Tanda hantaman peluru senapan mesin itu dikuatkan dengan adanya asap yang mengepul keluar dari badan pesawat.

Sementara dua awak pesawat B-26 yang  kelihatan berhasil  meloncat menggunakan parasut unuk sementara terapung-apung di udara sambil mencari lokasi pendaratan di pinggiran pantai yang banyak ditumbuhi pohon kelapa.

(Baca juga: Dibukanya Dokumen Rahasia AS Tunjukkan Betapa Buruknya Malapetaka Jika CIA ‘Bergerak’ di Suatu Negara)

Sewaktu berusaha mendarat payung Allen Pope yang berhasil bail out kemudian  menyangkut di pohon kelapa di Pulau Tiga.

Pope pun berusaha turun dari pohon kelapa yang cukup tinggi itu.

Tapi karena kurang mahir memanjat, ketika hendak turun dari pohon kelapa, Pope jatuh terhempas ke batu karang sehingga kakinya patah serta badannya luka-luka.

Dengan kondisi kaki patah gara-gara tidak mahir memanjat itu Pope juga tidak berniat melarikan diri dan pasrah saja ketika harus tertangkap.

Sedangkan operator Radio Harry Rantung juga jatuh ke laut dan kemudian dapat berenang ke tepi.

Tetapi karena dalam kondisi luka-luka kedua awak pesawat B-26 yang nahas itu akhirnya dapat ditangkap oleh patroli pasukan ALRI dengan mudah.

Pasukan TNI AL sebenarnya sangat terkejut ketika pilot yang mereka tangkap teryata orang asing dan memiliki paspor AS.

Pemerintah Indonesia menjadi gempar karena Pope teryata agen CIA sehingga untuk menangani masalah Pope yang kemudian diadili dan terancam hukuman mati itu, Presiden AS saat itu, John F Kennedy sampai harus turun tangan.

Pope sendiri akhirnya diampuni oleh Presiden Soekarno dan dipulangkan ke AS. Sementara sebagai imbalannya RI mendapat 12 pesawat transpor C-130 Hercules.