Bagaimana Membantu Mereka yang Mengalami Kekerasan dalam Hubungan?

Moh Habib Asyhad

Penulis

Jika kerabat Anda mengalami kekerasan dalam hubungan, apakah kita wajib menolongnya? Lalu bagaimana caranya?

Intisari-Online.com -Kekerasan dalam hubungan seringkali tidak dianggap penting karena stigma masyarakat yang masih menganggap itu adalah urusan privat.

Banyak juga yang beranggapan bahwa itu lumrah terjadi.

Selain itu, kekerasan dalam hubungan sifatnya juga tidak terlalu jelas sehingga jarang sekali mendapat perhatian.

(Baca juga:Kekerasan dalam Rumah Tangga Tidak Melulu Kekerasan Fisik Berupa Pukulan)

Banyak karakteristik dari kekerasan dalam hubungan, seperti kekerasan secara emosional, kekerasan seksual, bahkan pasangan yang menguntit pun masuk dalam kategori kekerasan.

Inilah beberapa hal yang dapat Anda lakukan jika menemui kasus kekerasan dalam hubungan.

1. Kenali tanda-tandanya

Tanda-tanda kekerasan fisik dapat terlihat dengan lebih mudah. Misalnya kulit yang memar, mata bengkak atau kaki yang pincang dan terjadi berulang kali.

Meski tidak menjamin hal-hal tersebut adalah tanda kekerasan dalam hubungan dan bisa jadi memang kerabat Anda mengalami kecelakaan, tetap saja lebih baik tanyakan.

Jika benar hal itu terjadi karena kekerasan dalam hubungan, berikan pertolongan Anda secepatnya.

Kekerasan secara emosional lebih sulit dikenali.

Caranya adalah melihat cara pasangan tersebut saling berinteraksi. Anda dapat melihat dari bahasa tubuhnya jika salah satu dari pasangan tersebut ketakutan dengan pasangannya.

Perhatikan kawan Anda yang benar-benar berusaha membuat pasangannya bahagia seperti membatalkan rencana bersama teman-temannya tanpa alasan yang jelas.

(Baca juga:Perempuan Gemuk Gara-gara Alami Kekerasan Fisik)

Bisa jadi ini adalah indikator pasangannya menuntut perhatian yang lebih sehingga dia tidak bisa bergaul dengan teman-temannya.

Mendapatkan pesan bertubi-tubi dari pasangannya jika mereka tidak bersama bisa juga menjadi tanda bahwa pasangannya ‘menguntit’ korban.

2. Bicaralah di saat yang tepat

Jika Anda ingin bicara mengenai kekerasan dalam hubungan yang dialami teman, bicaralah di saat dan tempat yang tepat.

Pastikan Anda hanya berdua, dan tidak ada orang lain termasuk pasangannya.

Gunakan kata yang tidak menuduh dia atau pasangannya. Tanyakan apa semua baik-baik saja, suarakan pengamatan Anda.

Misalnya, “Saya lihat pasanganmu mengirim pesan berkali-kali tadi malam, apakah semuanya baik-baik saja?”

Bantu korban untuk melihat dari sudut pandang orang yang berada di luar hubungannya jika ia tidak mengakui atau menyadari kekerasan tersebut.

Jangan bersikap emosional atau menuduh, jika Anda bersikap tenang, korban akan nyaman untuk bercerita kepada Anda.

3. Mendengarkan tanpa menghakimi

Memberikan penilaian kadang tidak membantu korban. Jangan katakan bagaimana ‘seharusnya’ korban mengatasi kekerasan tersebut karena ia pasti lebih mengenal pasangannya.

Korban pasti lebih ahli dan mengetahui cara untuk menyelamatkan diri dari pengalamannya. Jika dia berniat membagikan cerita pada Anda, perhatikan apa yang ia katakan dan apa yang ia rasakan.

(Baca juga:Siapa Ibu Rumah Tangga yang Mentransfer Uang Rp75 Juta ke Rekening Saracen Itu?)

Hanya ingatkan, jika Anda ada untuknya supaya korban tidak merasa sendiri. Anda bersedia membantunya untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat dan ikut melindunginya.

4. Tawarkan bantuan namun ada batasnya

Perilaku kekerasan biasanya akan bertambah buruk ketika korban mencoba keluar dari hubungan tersebut.

Anda dapat membantu korban dengan cara mencarikan tempat-tempat yang menjamin keselamatannya. Misalnya nomor telepon kantor polisi setempat, klinik, atau sebagainya yang sewaktu-waktu dia butuhkan.

Tawarkan juga untuk korban sementara tinggal di tempat Anda jika memungkinkan.

Meski mengalami kekerasan dalam hubungan, pelecehan dapat dipandang dari kacamata positif.

Mengalami kekerasan dalam hubungan adalah mimpi buruk, namun korban dapat menolong orang lain yang juga mengalami hal serupa karena dapat benar-benar memahami situasinya.

Anjurkan korban untuk pergi ke pusat bantuan keselamatan bagi korban kekerasan seperti perlindungan anak dan perempuan. Di samping memulihkan diri, korban juga dapat berkontribusi menolong korban yang lain.

(Natalia Mandiriani)

Artikel Terkait