Find Us On Social Media :

Penumpasan Gerakan 30 September Menjadi Semakin Tak Terkontrol ketika Ormas Anti-PKI Ikut Terlibat

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 29 September 2017 | 18:00 WIB

PKI mengumpulkan 25 ribu anggotanya untuk berpawai mendukung Gestapu.

Meski sempat unjuk kekuatan pada saat-saat awal, keyakinan diri pasukan pendukung Gestapu segera merosot bersamaan dengan tersiarnya berita dari Jakarta bahwa Mayjen Soeharto telah menguasai keadaan.

Pemimpin Gestapu di Yogyakarta memilih melarikan diri ke daerah Merbabu. Pasukannya tercerai-berai.

Sementara itu, di Semarang, Brigjen Suryo pun segera menguasai keadaan.

Sesuai pertemuan di Magelang dan membebaskan diri dari kepungan pasukan pendukung Gestapu di Salatiga pada 2 Oktober, ia telah merebut kembali kepemimpinan dan menguasai kota Semarang.

Kolonel Suhirman dan sebagian pasukannya melarikan diri ke luar kota.

Pada 5 Oktober, Semarang dan Yogyakarta sudah dikuasai oleh tentara yang loyal pada Soeharto.

Kepemimpinan tentara Yogyakarta dipegang oleh Kolonel Widodo yang datang ke kota ini dengan mengendarai tank.

Pada hari yang sama Walikota Solo ditahan dan semua fungsionaris PKI Solo ditangkap.

Meski tentara anti-komunis sudah kembali menguasai keadaan, Soeharto masih memandang perlu mengirim pasukan khusus ke Jawa Tengah sebab daerah inilah basis utama PKI dan tentara sempat “disusupi” oleh Gestapu.

Pada 17 Oktober, Kolonel Sarwo Edhi memimpin RPKAD ke Jawa Tengah untuk melakukan “pembersihan”.

Saat RPKAD tiba di Semarang pada hari berikutnya, kelompok anti-komunis membakar daerah-daerah PKI, seolah-olah untuk menyambut kedatangan para pahlawan.