Apakah Ada Keterkaitan antara Pil PCC dengan Tingkat Stres Remaja?

Moh Habib Asyhad

Penulis

Belum diketahui secara pasti motif penggunaan PCC oleh para korban, apakah karena hanya ingin coba-coba atau membutuhkannya sebagai pelarian dari tekanan.

Intisari-Online.com -Pil Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC) sedang ramai dibincangkan belakangan ini.

Lebih-lebih setelah kejadian di Kendari, Sulawesi Tenggara, di mana beberapa bocah SMP terlihat seperti orang kesurupan setelah mengonsumsi pil ini.

Dari data Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara terdapat 60 korban yang dirawat masing-masing di Rumah Sakit Jiwa Kendari (46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang).

Bahkan ada korban yang sampai meninggal dunia.

(Baca juga:Bikin Puluhan Anak Masuk RSJ dan 1 Orang Anak Meregang Nyawa, Inilah Pengakuan Pengedar Obat PCC)

Korban yang dirawat karena penyalahgunaan obat PCC ini berusia antara 15-22 tahun. Setelah mengonsumsi pil tersebut, mereka mengalami gangguan kepribadian hingga gangguan disorientasi.

Seperti diketahui, PCC biasa digunakan sebagai penenang bagi penderita sakit jantung dan memiliki efek melemaskan otot-otot yang menghambat rasa sakit.

Pil ini seharusnya tidak diperjualbelikan secara bebas tanpa izin dokter.

Pertanyaannya adalah apa alasan dari para korban, yang notabene masih bocah itu, mengonsumsi PCC?

Belum diketahui secara pasti motif penggunaan PCC oleh para korban, apakah karena hanya ingin coba-coba atau membutuhkannya sebagai pelarian dari tekanan.

Dikutip dari kompas.com, HN seorang korban mengaku telah mengonsumsi PCC yang dicampur dengan Tramadol dan Somadril.

Ia mengaku sudah dua kali mencoba dan senang dengan efek merasa tenang dan hilang kesadaran yang disebabkan pil-pil tersebut.

Masalah gangguan kesehatan mental seperti stress, depresi, atau kecemasan memang kerap dialami remaja.

Menurut penelitian yang dilakukan di University of California, remaja lebih stres ketimbang orang dewasa, terutama saat dalam tekanan.

Dalam kondisi itu, tingkat stres mereka meningkat.

Hal ini tentu akan menganggu kemampuan mereka mengambil keputusan sehingga kadang memilih tindakan berisiko tinggi tanpa sepenuhnya memahami konsekuensinya.

(Baca juga:Penata Rambut Menolak Mengguduli Kepala Remaja yang Depresi, Hasilnya Malah Menyentuh Hati Banyak Orang)

Masalah remaja di zaman modern lebih kepada tuntutan kehidupan yang serba kekinian atau up to date.

Hadirnya sosial media disebut-sebut menjadi kontributor utama dalam pergaulan kehidupan modern.

Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Jean Twege, professor psikologi dari Universitas Negeri San Diego, Amerika Serikat.

Yang menjadi PR besar adalah, apa sebenarnya yang menjadi tuntutan terberat remaja Indonesia saat ini? Belum ada jawaban pasti.

(Natalia Mandiriani)

Artikel Terkait