Bunganya bersifat dioecious, artinya bunga jantan dan bunga betina tidak berada dalam satu pohon. Makanya, ada pohon lontar jantan, ada pohon lontar betina.
Beberapa daerah di Nusantara mengenalnya dengan nama tersendiri. Masyarakat Jawa menyebutnya siwalan atau rontal. Orang Bali juga menyebut rontal.
Di Pulau Sawu, NTT, dinamai kepuwe duwe. Sedangkan tetangganya di Pulau Roti menamainya tua dan orang suku Marind di Papua mengenalnya sebagai uga.
Nah, beberapa sebutan tadi di lidah orang Inggris menjadi palmyra palm atau wine palm. Rupanya, nira lontar bisa diubah menjadi wine atau tuak. Pas betul dengan namanya.
Agar tidak bingung dengan banyaknya nama, literatur botani menamainya sebagai Borassus flabellifer. la masuk keluarga palem-paleman (Aecaceae).
Bersamaan dengan "Hari Cinta Puspa - Satwa" pada 10 Januari 1993 lalu, lontar diresmikan sebagai flora Provinsi Sulawesi Selatan.
Betinanya lebih manis
Nama lontar bisa jadi berasal dari rontal, yang artinya daun pohon tal. Mungkin karena agak susah diucapkan, diputarlah huruf awal dan akhir pada rontal sehingga menjadi lontar.
Yang dimanfaatkan sebagai media tulis adalah daun mudanya. Tapi bukan sekadar sebagai media tulis saja.
Daun lontar juga bisa dianyam untuk dijadikan keranjang, topi, tikar, atau barang anyaman lain.
Untuk pembuatan anyaman itu yang diambil bagian daun yang lebamya kira-kira sama, lalu dipotong membujur sesuai alur seratnya, dan lidinya dibuang.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR