Advertorial

Mau Menikmati Makanan khas Betawi Arab? Mampirlah ke Warung Nasi Kebuli Abu Salim

Moh Habib Asyhad

Penulis

Rempahnya sangat banyak, antara lain bawang putih, bawang merah, bawang bombai, ketumbar, jintan, cabai, cengkih, kapulaga, dan masih banyak lagi.
Rempahnya sangat banyak, antara lain bawang putih, bawang merah, bawang bombai, ketumbar, jintan, cabai, cengkih, kapulaga, dan masih banyak lagi.

Intisari-Online.com – Pernah makan nasi kebuli? Nasi ini serupa dengan nasi gurih yang dimasak dengan aneka bumbu rempah mirip bumbu kari dan menggunakan minyak samin.

Rempahnya sangat banyak, antara lain bawang putih, bawang merah, bawang bombai, ketumbar, jintan, cabai, cengkih, kapulaga, dan masih banyak lagi.

Lauknya bisa bermacam-macam, tetapi umumnya daging kambing. Bisa dibayangkan betapa sedapnya masakan ini.

Hidangan sepinggan ini mulanya hanya dikenal di komunitas etnis Arab. Namun seiring dengan pembauran etnis Arab dan Betawi, nasi ini kemudian menjadi makanan khas Betawi.

(Baca juga:Kue Rangi, Jajajan Khas Betawi yang Lembut dan Wangi Namun Langka. Ada yang Pernah Mencoba?)

Meski begitu, masih berlaku semacam pakem bahwa nasi kebuli yang enak biasanya dimasak oleh keturunan Arab.

Di Jakarta, kawasan yang dikenal sebagai pusat penjual nasi kebuli berada di Condet. Maklum, ini memang “kampung Arab” di Jakarta.

Salah satu tempat rujukan yang kondang dengan nasi kebulinya adalah Warung Sate Abu Salim. Ahmad, nama asli Abu Salim, pemilik warung yang asli Tegal ini, sudah mulai berjualan di sini sejak 1987.

Kambing balibu

Sebagaimana kita tahu, Tegal memang terkenal dengan sate empuk kambing muda atau balibu (umur di bawah lima bulan).

Rupanya pakem inilah yang menjadi kunci rahasia kelezatan makanan berbahan daging kambing di sini.

“Kami hanya memakai kambing yang umurnya lima bulan. Kalau sudah dipotong, total beratnya hanya sekitar 5 – 6 kg,” tutur Hamid, adik Ahmad, yang membantu mengelola warung.

Rahasia lain, kambing tersebut haruslah betina. “Agar dagingnya tidak berbau prengus,” ujar Hamid.

Untuk menjaga mutu bahan baku, warung ini selalu memotong kambing sendiri. Daging kambing tidak disuplai oleh pemasok.

Untuk mencegah munculnya bau prengus pada daging, pemotongan dilakukan dengan sangat hati-hati dan higienis.

Saat kambing dipotong, bulunya dijaga betul agar jangan sampai bersentuhan dengan daging.

Kalau penyembelih sempat memegang bulu kambing, tangannya akan dicuci sampai bersih benar dan dilap sampai kering betul.

Baru setelah itu, ia bisa melanjutkan proses memotong kambing.

Tanpa minyak samin

Nasi Kebuli Abu Samin ini sedikit berbeda dari nasi kebuli pada umumnya. Abu Samin tidak menggunakan minyak samin.

“Karena memang tidak semua orang suka dengan bau khas minyak samin,” ujar Hamid.

(Baca juga:Jadi Kota Kuliner, Tegal Lahirkan Sushi Ubi dan Soto Taoco)

Meski tanpa minyak samin, nasi kebuli tetap istimewa karena racikan bumbu rempahnya yang lengkap. Saat disajikan di meja, nasi ini menebarkan aroma wangi rempah yang menggoda selera makan.

Tak hanya itu, bulir-bulir nasinya pun tetap utuh dan terbumbui secara merata.

Nasi yang seporsi dijual Rp40.000,- ini makin sedap karena disajikan bersama dua potong besar daging kambing goreng.

Daging kambing ini sangat empuk (tidak kalah empuk daripada daging ayam), kenyal, segar, dan wangi, sama sekali tidak prengus.

“Padahal daging itu tidak kami rebus lama, hanya diungkep seperti kalau kita mengungkep ayam,” tambah Hamid.

Untuk penyegar, nasi ditambah acar. Acar ini pun tak kalah spesial, terbuat dari nanas, mentimun, dan tomat.

Tak semua bahan ini diiris kecil. Sebagian tomat digiling. Maka, acar nanas ini tampil dengan cairan yang kemerahan. Sedikit tambahan gula membuat acar ini bercita rasa asam manis.

Cara menikmatinya, sesendok nasi, diberi sedikit cuilan daging, dan acar. Lengkaplah sudah kelezatannya: gurih, asam, manis, dan wangi aromatik. Sedap sekali.

Selain nasi kebuli, warung ini juga menyediakan nasi kapsah. Apa pula ini?

Rupanya, ini adalah kembaran nasi kebuli. Bedanya, nasi kapsah menggunakan beras yang diimpor dari Pakistan.

Beras untuk nasi kapsah ini memiliki bulir yang lebih panjang, langsing, tampak kesat, dan mawur – bulirannya tidak saling menempel.

Namun, menu seharga Rp45.000,- seporsi ini tidak selalu tersedia setiap hari. Abu Salim hanya menyediakannya pada hari Jumat dan Minggu, itu pun kalau stoknya ada.

Maklumlah, berasnya masih diimpor sehingga pasokannya belum teratur.

(Baca juga:Sebelum Meninggalkan Yogyakarta, Mampirlah ke Warung Brongkos Bu Padmo. Pasti Bikin Jatuh Cinta!)

Puas menikmati nasi kebuli atau masakan daging kambing lainnya, jangan lupa pula melongok lemari pendingin.

Di dalamnya ada kue khas seperti roti maryam, pastel kari, dan samosa yang dapat dibawa pulang untuk oleh-oleh.

Kue-kue yang sidap digoreng sendiri di rumah ini akan menjadi teman minum teh yang akan menyenangkan di waktu senggang. (Sht/Ron)

Warung sate dan nasi kebuli Abu Salim:

Jln. Raya Condet no. 2, Telp 021-80878362. Buka setiap hari pukul 15.00 – 22.00

(Seperti pernah dimuat di Buku Wisata Jajan Jabodetabek – Intisari)

Artikel Terkait