Ia merasa ditinggalkan semua orang kepercayaan.
Kesepian, satu-satunya teman di kala ia sendirian di kamar saat ini, mengantar Soeharto ke bibir kehidupan.
Penyakit yang merejamnya, menarik ulur nyawanya, tentu bukan hal yang menyenangkan baginya.
Mungkin itu cara Tuhan “mencuci”-nya supaya seperti kata Baiq Hartini, “Berakhir dengan khusnul khatimah.”
Menunggu senja beranjak malam, masih ada fajar esok hari untuknya.
Sendirian ia tergolek, di tengah sepi yang menghampakan, bau sawah dan lumpur masih mengusik batinnya.
* Sandyakalaning: menjelang keruntuhan
(Seperti pernah dimuat di Intisari edisi Mei 2007 dengan judul asli Di Antara Kaus Oblong & Sarung)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR