Baca Juga : Wangsa Widjaya, Orang Kepercayaan Bung Hatta yang Uang Pensiunnya Cuma Rp200 Ribu
Tidak pernah lebih dari itu. Saking sederhananya.
Ketika sudah mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden RI dan menjadi pensiunan, ia hampir saja tidak mampu membayar langganan air minum dan membayar iuran pembangunan daerah.
Padahal sebagai seorang mantan wakil presiden, kalau saja Bung Hatta mau, pintu bisnis pasti cukup terbuka karena memiliki banyak kawan.
Namun, ia memilih hidup sebagai seorang “bapak bangsa” yang tidak ingin ternoda dengan perilaku menyimpang ketika harus menjalani profesi yang lain.
Baca Juga : Saat Bung Hatta Rela Melepas Jabatan Wakil Presiden dan Memilih Jadi Rakyat Biasa
Kisah kesederhanaannya yang paling kesohor adalah keinginannya memiliki sepatu Bally yang terkenal cukup mahal.
Ketidakmampuan dari segi keuangan tergambar ketika Bung Hatta akhirnya harus menyimpan guntingan iklan sepatu tersebut jika sewaktu-waktu dibutuhkan kalau uangnya sudah mencukupi.
Cermin kesederhanaan juga terpancar saat ia menolak haknya untuk dimakamkan di taman makam pahlawan jika wafat.
Dalam surat wasiat tertanggal 10 Februari 1975, ia mengemukakan, “... Saya tidak ingin dikubur di (Taman) Makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikubur di tempat rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya.”
Sikap sederhana Bung Hatta memang benar-benar membuatnya banyak dikagumi.
Namun, sikap ini pula rasanya yang sulit untuk ditiru oleh para pengagumnya, apalagi oleh para pejabat negara dan politisi.
Tanggal 14 Maret 1980, Bung Hatta mendahului kita menghadap Sang Khalik.
Namun jiwa dan semangatnya tetap bersama kita, menjadi teladan bagi generasi mendatang: sebuah renungan dari negarawan yang tidak korupsi.
(Rusman Nurjaman)
Baca Juga : Meutia Hatta: Meski Seorang Proklamator, Bung Hatta Tak Pernah Pernah Sombong
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR