Advertorial

Hasil Pemeriksaan Kesehatan Buruk? Itu Justru Kabar Baik, Ini Penjelasannya

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Bila ingin tetap sehat sebaiknya pemeriksaan kesehatan dilakukan setahun dua kali. Bukan kala sakit saja.
Bila ingin tetap sehat sebaiknya pemeriksaan kesehatan dilakukan setahun dua kali. Bukan kala sakit saja.

Intisari-Online.com – Jangan sampai bak pepatah baru menggali sumur ketika sudah kehausan, artinya semua sudah terlambat. Sesungguhnya, hasil medical check up bisa digunakan untuk melakukan pencegahan penyakit.

Nah, bila kita ingin tetap sehat sebaiknya pemeriksaan kesehatan dilakukan setahun dua kali. Bukan kala sakit saja.

Kita terbiasa pergi ke dokter hanya ketika didera penyakit. Padahal, sebetulnya mencegah sakit itu jauh lebih murah dan lebih mudah dari pada mengobatinya.

Selain menjaga kesehatan lewat olahraga, makan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup , satu cara penting menjaga kesehatan yang tidak boleh dilupakan adalah melakukan medical check up (MCU) secara berkala.

Baca Juga : Tes Kesehatan di Rumah Memang Baik tapi Tetap Ada Kelemahannya

“Orang yang sehat disarankan melakukannya dua kali setahun,” kata dr. Ronald Irwanto Sp.PD dari RS Puri Indah, Jakarta.

Dua kali setahun! Bagaimana dengan kita? Lima tahun sekali? Tiga tahun? Atau bahkan tidak pernah sama sekali.

“Biayanya kan mahal, Dok?” banyak orang beralasan seperti itu. Kalau yang diperiksa banyak jenisnya, memang mahal. Tapi yang disarankan Ronald, setahun dua kali adalah pemeriksaan dasar.

Pemeriksaan dasar ini untuk melihat penyakit-penyakit metabolis (seperti diabetes, hepatitis, gangguan ginjal, dan sebagainya). Yang iperiksa antara lain gula darah, kolesterol, fungsi ginjal, fungsi hati, dan pemeriksaan darah perifer lengkap.

Baca Juga : KPU Anggarkan Rp150 Juta untuk Tes Kesehatan Bakal Capres-Cawapres

Jika Anda pernah mendengar pemeriksaan hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit, dan sebagainya, itu adalah bagian dari pemeriksaan darah perifer.

Untuk pemeriksaan dasar ini kita perlu merogoh kocek sekitar Rp 500.000. Jika dilakukan dua kali setahun berarti total biayanya sekitar Rp 1 juta.

Semua orang di usia produktif sangat disarankan membiasakan ini. Pada saat tes kerja di perusahaan, kita biasanya diharuskan menjalani pemeriksaan kesehatan. Harusnya ini diteruskan menjadi kebiasaan rutin.

“Tidak perlu menunggu sampai usia 40 –an tahun,” kata Ronald. Apalagi belakangan ini kecenderungan penderita penyakit metabolis mengarah ke usia yang makin muda. Banyak orang berusia 30 –an tahun menderita diabetes, gangguan ginjal, kolesterol tinggi dan sebagainya.

Baca Juga : The E-Urinal, Tes Kesehatan Saat Buang Air Kecil

Kalau kita baru pergi ke dokter ketika sudah jatuh sakit, artinya kita masih beranggapan bahwa tugas utama dokter adalah menyembuhkan orang sakit. Padahal konsep kedokteran modern adalah kesehatan preventif.

Sebisa mungkin penyakit harus dicegah sejak dini. Kalau gejala penyakit itu jelas, mungkin tak ada masalah. Yang menjadi masalah, banyak penyakit tidak menunjukkan gejala yang jelas. Tahu-tahu kita jatuh sakit dan parah.

Diabetes termasuk dalam kategori penyakit ini. Secara umum, diabetes memang biasanya didahului gejala gejala seperti sering buang air kecil,selalu merasa haus dan lapar, dan berat badan turun meskipun banyak makan.

Namun kadang gejalanya tidak begitu jelas sehingga penderita sama sekali tidak menyadarinya. Tahu-tahu dokter memvonis diabetes karena hasil pemeriksaan gula darahnya selalu tinggi.

Baca Juga : Tes Kesehatan Penting Berdasarkan Usia

Begitu pula penyakit kolesterol dan lemak tinggi. Pasien biasanya tidak merasakan keluhan apa-apa. Yang bersangkutan merasa oke-oke saja. Eh, tiba-tiba ia mengalami stroke lantaran terjadi penyumbatan pembuluh darah di otak.

Ini bukan hanya teori di atas kertas. Kejadian seperti ini banyak kita jumpai. “Justru dokter itu takut pada penyakit yang tidak bergejala,” jelas Ronald.

Contoh lain hepatitis B. Penderita hepatitis B karier biasanya tidak mengalami gejala sakit apa-apa. Sekalipun membawa virus hepatitis B, ia tetap sehat, bisa bekerja seperti biasa. Tapi jika infeksi ini tidak diketahui dan dibiarkan saja,maka hepatitis ini bisa menjadi parah sampai bisa membahayakan jiwa.

Begitu pula gangguan ginjal. Orang yang fungsi ginjalnya sudah terganggu bisa saja tetap segar bugar. Mungkin saja ia baru menyadari sakitnya saat gangguan ginjalnya sudah tahap parah.

Baca Juga : 5 Tes Kesehatan Penting Untuk Wanita

Biasanya gangguan fungsi ginjal ini dipicu oleh penyakit lain seperti diabetes atau batu ginjal. Di sinilah fungsi pemeriksaan kesehatan; mencegah penyakit sedini mungkin.

Ronald pernah menjumpai seorang pasien yang kadar leukositnya kelewat tinggi sampai 40.000. Padahal kadar normalnya semestinya 5.000 – 10.000.

Sekalipun kadar leukositnya abnormal, yang bersangkutan tidak mengalami gejala sakit apa-apa. Setelah diperiksa lebih lanjut ternyata ia menderita leukemia (kanker darah). Sekali lagi, ini adalah contoh konkret manfaat pemeriksaan kesehatan.

Orang yang kadar darahnya mengandung trombosit kelewat tinggi pun bisa saja tidak mengalami gejala sakit apa-apa. Tetapi jika kondisi ini dibiarkan, ia berisiko tinggi mengalami penyumbatan pembuluh darah, seperti serangan jantung atau stroke.

Baca Juga : Medical Check Up dari Usia ke Usia

Semua jenis penyakit ini bisa dideteksi secara dini lewat pemeriksaan dasar yang dianjurkan dilakukan setahun dua kali.

Pemeriksaan lanjutan

Selain pemeriksaan dasar, dalam kondisi khusus pasien juga dianjurkan melakukan pemeriksaan lanjutan. Misalnya, pasien usia lanjut (60 tahun ke atas) sebaiknya melakukan pemeriksaan dasar plus pemeriksaan jantung. Pada usia ini penyakit jantung harus diwaspadai dengan kewaspadaan tingkat satu.

Pemeriksaan lanjutan ini juga dianjurkan, misalnya untuk pasangan yang akan menikah (premarital check up). Di Indonesia kesadaran masyarakat melakukan pemeriksaan ini masih relatif rendah.

Di negara negara dengan sistem kesehatan yang bagus, pemeriksaan ini diwajibkan terhadap semua calon pengantin. Pemeriksaan ini difokuskan pada kesehatan reproduksi dan penyakit menular seksual (PMS) seperti pemeriksaan TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalovirus, herpes), hepatitis B, dan hepatitis C.

Baca Juga : 'Medical Check Up ala' Dokter Gigi

Pemeriksaan TORCH berguna terutama buat wanita sebelum ia merencanakan kehamilan. Jika seorang wanita terinfeksi TORCH, ia mungkin tidak menunjukkan gejala sakit sama sekali. Namun yang ketiban getahnya adalah bayi yang dikandung. Ia bisa lahir dalam keadaan cacat.

Ada pun pemeriksaan PMS sangat berguna untuk mencegah penularan dari suami atau isteri kepada pasangannya. Jika tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan, bisa saja pasangan ketularan tanpa disadari.

Jika pasangan melakukan pemeriksaan dini, walaupun salah satu menderita PMS, dokter bisa menyarankan tindakan pencegahan.

Pemeriksaan lanjutan ini bisa cukup mahal, tergantung dari berapa banyak yang diperiksa. Kisarannya sekitar Rp 3 juta.

Baca Juga : Jaga Kesehatan Melalui Medical Check Up

Ironisnya, banyak orang takut melakukan pemeriksaan ini karena kalau hasilnya jelek, ia malah akan dihantui rasa cemas. Ini jelas ketakutan yang tidak beralasan.

Pemeriksaan kesehatan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan sebaliknya untuk membuat pasien tenang. Hasil tes buruk bukanlah kabar buruk. Justru itu adalah kabar baik.

Sebab, jika penyakitnya tidak diketahui sejak dini, bisa saja penyakit tersebut muncul ketika sudah parah. “Sekalipun kita sehat, makan bergizi, berolahraga rutin, cukup istirahat, kita tetap harus rutin melakukan medical check up,” kata Ronald menegaskan.

Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan berkala. Bukan kala sakit saja.

Baca Juga : 7 Makanan Penyebab Kanker: Pahami Sumbernya Demi Kesehatan Anda!

Mencegah lebih murah daripada mengobati

Untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dasar, kita tidak perlu datang ke dokter spesialis. Cukup dokter umum saja. Sebetulnya pemeriksaan ini dianjurkan dilakukan oleh dokter keluarga (dokter umum yang menjadi rujukan pertama pasien sebelum ke dokter spesialis).

Namun karena sistem dokter keluarga di Indonesia belum berjalan baik, fungsi dokter keluarga ini bisa diganti dengan dokter langganan yang paling tahu riwayat kesehatan pasien.

Pemeriksaan ini umumnya sudah bisa dilakukan di rumah rumah sakit hingga tingkat kabupaten. Banyak rumah sakit bahkan memiliki bagian khusus medical check up yang menawarkan paket pemeriksaan, mulai dari paket dasar hingga paket komplet yang biayanya mencapai beberapa juta rupiah.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kesadaran melakukan pemeriksaan kesehatan di Indonesia adalah biaya. Di negara dengan sistem kesehatan yang baik, asuransi biasanya mengganti biaya pemeriksaan kesehatan rutin ini.

Baca Juga : 7 Hoax Kesehatan, dari Mi Instan yang Bikin Keracunan hingga Lele yang Picu Kanker

Di Tanah Air biasaya ini biasanya tidak diganti oleh asuransi kesehatan. Padahal asuransi yang baik mestinya mendidik pesertanya untuk mencegah penyakit. Anehnya, setelah seseorang jatuh sakit dan dirawat dokter, biaya perawatan itu akan diganti.

Terkadang sebagian pasien ada yang mengakali biaya ini dengan meminta dokter menulis indikasi rawat di bukti pembayaran. “Padahal itu melanggar kode etik,” ujar Ronald.

Meski pasien harus menanggung sendiri, sesungguhnya biaya mencegah sakit ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan biaya ketika harus mengobati penyakit.

“Orang bilang sehat itu mahal. Saya bilang, sehat itu murah. Yang mahal itu kalau sakit,” katanya.

Memang benar, Dok.

(Ditulis oleh M. Sholekhudin. Seperti pernah dimuat di Intisari Health 2016)

Baca Juga : 14 Makanan Mengandung Zat Besi yang Perlu Kita Asup untuk Kesehatan Otot

Artikel Terkait