Advertorial
Intisari-online.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump berniat akhiri perjanjian nuklir dengan Rusia yang disepakati sejak era Perang Dingin.
Perjanjian Persenjataan Nuklir Jarak Menengah (INF) ditandatangani Presiden Amerika Ronald Reagan dan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 1987.
Dalam kesepakatan tersebut tertuang larangan untuk mengembangkan rudal/misil nuklir yang bisa menjangkau sasaran dengan jarak 500 hingga 5.500 kilometer.
"Kami telah menjaga dan menghormati perjanjian, tetapi Rusia sangat disayangkan, tidak melakukan hal yang sama. Sehingga kami akan mengakhiri dan menarik diri dari perjanjian," kata Trump seperti dilansir AFP (20/10).
Baca Juga : S-400 Bisa Luncurkan 72 Rudal dan Mengintai 36 Target secara Bersamaan
"Rusia telah melanggar perjanjian itu selama bertahun-tahun. Kami tidak akan membiarkan mereka melanggar perjanjian nuklir dapat bebas dan melakukan (pengembangan) senjata sementara kami tidak bisa."
Trump beralasan, Rusia telah melanggar kesepakatan tersebut saat meluncurkan rudal 9M729 .
Misil tersebut dianggap Amerika bisa menjangkau sasaran berjarak lebih dari 500 km alias mengancam sekutu Amerika di Eropa.
Kabarnya Trump Trump akan keluar dari perjanjian INF dan telah memblokir semua upaya negosiasi untuk memperpanjang kesepakatan yang bakal berakhir pada 2021 itu.
New York Times (20/10) memberi ulasan, Amerika bisa menempatkan rudal penjelajah Tomahawk mereka dengan versi nuklir.
Militer AS bermaksud mendesain ulang rudal dengan jangkauan hingga 2.500 kilometer tersebut bisa diluncurkan dari darat.
Selain itu, kapal perang dan kapal selam yang sudah membawa Tomahawk konvensional bisa memasang ulang dengan menempatkan hulu ledak nuklir.
"KAMI AKAN NAIK KE SURGA"
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya siap meluncurkan senjata nuklir jika mendapat ancaman.
Pernyataan menyeramkan ini dikeluarkan Putin dalam forum kebijakan internasional di Sochi, seperti dilansir Sky News (18/10).
Presiden berusia 66 tahun itu berujar, senjata nuklirnya langsung diluncurkan jika sistem peringatan mendeteksi adanya serangan rudal.
"Pihak penyerang bakal tahu bagaimana balasan kami. Jika ada satu serangan saja ke wilayah Rusia, maka kami bakal membalas," tegas Putin.
Undang-undang Rusia mengizinkan mereka untuk menggunakan nuklir dalam konflik konvensional.
Namun, penggunaan itu dilaksanakan jika mereka eksistensi mereka terancam.
"Pihak penyerang bakal tahu bagaimana balasan kami. Jika ada satu serangan saja ke wilayah Rusia, maka kami bakal membalas," kata Putin seperti dikutip dari Russian Today.
Putin melanjutkan, dia mengakui aksi itu bakal berdampak kepada kemusnahan global. Namun, dia menggarisbawahi pernyataan bahwa bukan Rusia yang memulainya.
"Kami jelas adalah korban dari agresi itu, dan bakal naik ke surga sebagai martir. Sedangkan penyerang bakal terbunuh lebih dahulu," ujar Putin.
RUDAL AVANGARD
Pada Maret 2018 Rusia memperkenalkan 6 senjata strategis baru. Salah satunya adalah rudal penjelajah avangard.
Misil ini merupakan rudal hipersonik yang diklaim bisa melaju hingga 20 kali kecepatan suara.
Rudal tersebut diklaim bisa menghantam target mana pun, termasuk Amerika, hanya dalam waktu 1,5 jam, dan mampu bermanuver dalam kecepatan tertinggi.
Kemampuan yang dimiliki Avangard membuatnya diklaim tidak bisa dihentikan oleh sistem pertahanan paling canggih di dunia ini.
"Avangard merupakan senjata terkuat. Saya tidak yakin ada negara yang bisa membangun rudal berkecepatan di atas Mach 20 dalam beberapa tahun mendatang," kata Putin saat itu.
Avangard bakal meledakkan targetnya laksana meteor ataupun bola api. Rudal yang bisa diisi hulu ledak nuklir maupun konvensional itu telah menjalani dua kali uji coba pada 2016 yang lalu.
Baca Juga : Inggris Kaget! Kapal Selam Nuklir Rusia Masuk ke Perairan Mereka Tanpa Terdeteksi Radar