Advertorial
Intisari-Online.com – Berdasarkan pengalaman praktik yang dijalankan, Dr. Wiendarto memberi beberapa kiat agar kondisi jiwa kita tetap terpelihara sehat:
Berusahalah untuk meletakkan stresor di punggung, sebagai pendorong, bukan di kepala, yang dijadikan beban. Dalam hidup memang selalu ada masalah. Jangan jadikan masalah itu sebagai penghambat kehidupan kita.
Janganlah membawa problem di tempat kerja ke dalam rumah atau kamar. Demikan pula sebaliknya. Bila di tempat kerja kita mengalami ketegangan dengan atasan, teman, atau bawahan, sesampai di rumah jangan lagi membuat ketegangan dengan pasangan dan anak.
Jangan pula membawa kemarahan di kantor ke kamar tidur, sehingga menyebabkan kita mengalami kesulitan tidur.
Baca Juga : Berdasar Riset, Bali Masuk Peringkat Empat Jumlah Penderita Gangguan Jiwa Berat di Indonesia
Berusahalah berpikir positif. Misalnya, kita mengalami kecelakaan yang menyebabkan bagian mobil kita penyok, tapi kita tidak mengalami cedera.
Kita mesti "bersyukur" karena kita tidak sampai cedera dan harus dibawa ke rumah sakit. Sebab, kalau sampai dirawat di rumah sakit kita harus mengeluarkan biaya perawatan di samping perbaikan mobil.
Buatlah ventilasi persoalan hidup dengan mengomunikasikan problem kita kepada orang yang bisa kita percayai. Dengan begitu beban tersebut akan menjadi lebih ringan.
Ingat, pilih orang yang betul-betul kita percayai. Kalau persoalan itu disampaikan kepada orang yang salah, persoalan justru bergeser menjadi gosip yang malah membebani kita.
Lakukanlah pengampunan terhadap orang yang telah melukai hati kita. Daripada kesalahan orang lain terhadap kita menjadi beban pikiran terus, lebih baik lupakan saja.
Bersyukurlah senantiasa. Misalnya, kalau gaji kita tidak pernah naik, tetapi harga kebutuhan hidup terus naik, tetaplah bersyukur karena masih tetap bekerja. Masih banyak orang di sekitar kita yang tidak punya pekerjaan atau penghasilan tetap.
Berbelanjalah sesuai dengan kebutuhan, bukan sesuai dengan keinginan. Mengapa? Karena beban ekonomi, sering kali juga menjadi stresor yang bisa menggangu kesehatan jiwa kita.
Berolahragalah secara teratur. Berolahraga dapat menimbulkan efek relaksasi akibat endorfin yang dikeluarkan saat berolahraga.
Berekreasilah pada saat libur atau senggang untuk mengurangi stres. Berekreasi tidak harus yang mahal. Minimal, kita merasakan perubahan suasana.
Makan dan minumlah secara teratur, jauhilah minuman yang mengandung kafein. Soalnya, pada orang-orang tertentu kafein dapat menimbulkan atau meningkatkan kecemasan.
Berkomunikasilah dengan orang-orang di sekitar kita dengan cara dan waktu yang tepat.
Kenali tanda dan gejala depresi
Baca Juga : Gempa dan Tsunami Palu Bisa Menimbulkan Trauma Berat bahkan Depresi bagi Korban, Ini Alasannya
Wajar jika seseorang tidak menyadari dirinya telah mengalami depresi. Hasil penelitian Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa yang dipublikasikan 2006 lalu menyebutkan, sekitar 95% masyarakat Indonesia saat ini mengidap depresi dari tingkat ringan sampai berat (suaramerdeka. com).
Kondisi itulah yang menyebabkan masyarakat mudah marah, kecewa, malas bekerja, apatis, pasif, dan pasrah pada keadaan. Apakah kita termasuk masyarakat yang 5% sisanya? Wallahuallam.
Mari kenali tanda dan gejala depresi klinis di bawah ini:
Baca Juga : Penderitaan Tak Akan Bertahan Selamanya, Inilah 7 Obat Depresi yang Jarang Diketahui Orang