Advertorial

Istri Indro Warkop Meninggal: Waspada, Antioksidan Beta Karoten Justru Memicu Kanker Paru Bagi Perokok

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Antioksidan dalam buah-buahan dan sayuran dapat mencegah kanker. Tetapi suplemen antioksidan justru memicu kanker paru bagi perokok.
Antioksidan dalam buah-buahan dan sayuran dapat mencegah kanker. Tetapi suplemen antioksidan justru memicu kanker paru bagi perokok.

Intisari-Online.com – Kita mendengar kabar duka bahwa Nita Octobijanthy, istri Indro Warkop, meninggal dunia karena kanker paru-paru. Penyebab terbesar kanker paru-paru adalah merokok. Meski, perokok pasif pun bisa menjadi korbannya.

Banyak cara yang bisa dipakai mencegah kanker, salah satunya dengan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan, karena keduanya mengandung antioksidan.

Namun, jangan mudah terjebak begitu saja dengan kata-kata: “Kalau mau sehat, konsumsilah antioksidan”. Sebuah studi yang masif dan serius menyimpulkan β-karoten (salah satu suplemen yang kaya antioksidan) bisa membahayakan perokok.

Mari kita simak tulisan Fitria dan Ferry F. Karwur, Beta Karoten Justru Memicu Kanker Paru bagi Perokok, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 2015.

Baca Juga : Istri Indro Warkop Meninggal Setelah Idap Kanker Paru: Ini Dia Cara Bimbim Slank Berhenti Merokok

Mau sehat? Makanlah buah. Kanker? Cegahlah dengan makan makanan kaya antioksidan. Inilah logika umum yang telah banyak ditopang oleh bukti-bukti ilmiah.

Survei skala besar pun menyimpulkan, pada masyarakat yang senang makan buah dan sayuran, prevalensi kankernya lebih rendah.

Sayangnya, logika “Kalau mau sehat, makanlah buah”, direduksi ke dalam logika elementer: “Mau mencegah kanker? Konsumsilah antioksidan”.

Lebih jauh, masyarakat bahkan “dipaksa” menerima: “Jika mau sehat, konsumsilah antioksidan”.

Baca Juga : Istri Indro Warkop Meninggal Dunia: Perokok Pasif Juga Bisa Kena Kanker Paru-Paru, Lo, Ini Contoh Kasusnya!

Dalam dunia yang konsumeristik dan disatukan oleh media global ini, penyimpulan yang menjebak itu tentu tidak sulit terjadi.

Media memanfaatkan logika umum bahwa semua orang tahu buah dan sayur-sayuran. Apalagi buah-buahan tropika yang kaya zat warna merupakan sumber utama antioksidan.

Karena alasan itulah mengonsumsi “suplemen antioksidan” dianggap setara dengan mengonsumsi buah dan sayuran, tanpa menyadari bahwa buah adalah bahan makanan kompleks yang tidak sekadar sumber antioksidan.

Di sini tejadi penjungkirbalikan logika dari semula “Kalau mau sehat, makanlah sayur dan buah”, menjadi “Kalau mau sehat, konsumsilah antioksidan”.

Baca Juga : Istri Indro Warkop Meninggal Karena Kanker Paru-paru, Ini 9 Gejala Kanker Paru-paru yang Sering Tak Disadari

Manipulasi logika terletak pada penyederhanan pemahaman bahwa sayur dan buah kaya antioksidan sama dengan antioksidan.

Padahal di dalam sebuah mangga misalnya, juga terkandung serat dan beragam bioaktif selain antioksidan yang efeknya mungkin jauh lebih tinggi akibat kerja sinergetik senyawa-senyawa tersebut.

Logika reduktif ini membuat seolah-olah antioksidan menjadi Panacea, yakni obat mujarab yang dapat mengobati segala keluhan dan macam penyakit.

Apakah klaim keharusan melakukan penambahan antioksidan dalam sebuah produk ada dalam kenyataan keseharian kita?

Baca Juga : Istri Indro Warkop Meninggal Dunia: 6 Makanan Mudah Didapat yang Bisa Mengurangi Risiko Kanker Paru-paru

Mari kita lihat. Sebuah merek susu ternama mengandalkan pengayaan antioksidan dengan klaim bahwa kalsium saja tidak cukup.

Produk ini juga mengklaim, antioksidan yang dimilikinya mampu menangkap radikal bebas penyebab terjadinya penimbunan lemak jahat di pembuluh darah serta dapat menyebabkan serangan jantung koroner.

Produk ini memasukkan antioksidan dalam bentuk vitamin A, C, E ,dan selenium.

Ada pula produk-produk berbasis suplemen yang diklaim kaya antioksidan dan disebut-sebut memiliki banyak manfaat kesehatan tanpa efek samping sama sekali.

Baca Juga : Istri Indro Warkop Meninggal Dunia: Ini 7 Kebiasaan Harian yang Bisa Sebabkan Kanker Paru-Paru

Salah satunya suplemen β-karoten berbentuk kapsul softgel dengan kandungan 25.000 IU atau setara dengan 15 mg provitamin A. Suplemen ini bahkan disebut-sebut dapat mengurangi risiko tumor dan kanker.

Suplemen lain lagi menyebutkan, produknya bersumber dari ganggang laut Dunaliella salina dengan keunggulan produksi β-karoten sepuluh ribu kali dibandingkan wortel dan diklaim dapat memberi manfaat sebagai antioksidan.

Dari sini tampak, pola pikir kita digiring oleh pesan dari sebuah slogan yang terkandung dalam kemasan produk “kesehatan”.

Mereka menekankan manfaat kesehatan dari produk mereka, termasuk pencegahan kanker, dan logika ini digandrungi pedagang sepanjang meraup keuntungan besar.

Baca Juga : Sutopo Purwo Derita Kanker Paru-paru Stadium 4B, Begini 5 Gejala Umumnya

β-Karoten memicu kanker?

Klaim bahwa antioksidan mencegah kanker sangat kuat ditopang oleh banyak penelitian. Baik β–karoten maupun β-tokoferol (Vitamin E) yang larut lemak dikenal sebagai antioksidan yang dapat menghambat kanker.

Berdasarkan klaim-klaim tersebut di atas tentang vitamin E dan β-karoten, maka kelompok peneliti ATBC (Alpha Tocopherol Beta Carotene) melakukan studi skala besar untuk melihat efek pemberian suplemen β-tokoferol, β-karoten, β-tokoferol dan β-karoten, serta plasebo terhadap insiden kanker paru-paru dan kanker lainnya pada perokok.

Studi ATBC dilakukan dari 1985 hingga 1993 di Barat Daya Finlandia sebagai proyek berskala besar dari dua lembaga ternama, National Public Health Institute of Finland dan The U.S. National Cancer Institute. Studi ATBC ini melibatkan 29.133 pria sebagai partisipan.

Studi dirancang dengan membentuk empat kelompok perlakuan : β-tokoferol (AT), β-karoten (BC), AT dan BC, serta plasebo. Desain ini dinilai efektif dan aman karena 50% partisipan menerima AT atau BC dan 50%-nya lagi tidak.

Baca Juga : Beginilah Cara Bon Jovi Mengejutkan Penggemarnya yang Menderita Kanker Paru-paru Stadium 4

Efek dari masing-masing agen (AT/BC) dianalisis terpisah dengan pemberian dosis harian 50 mg untuk β-tokoferol dan 20 mg untuk β-karoten.

Partisipan adalah pria berusia 50-69 tahun yang merokok lima batang atau lebih rokok per hari dan bergabung dalam studi ini selama lima sampai delapan tahun.

Setelah enam tahun penelitian (trial period) berjalan, kelompok ATBC menemukan, perokok yang mengonsumsi suplemen β–karoten memiliki peluang 17,8% lebih tinggi terkena kanker paru-paru dan angka kematiannya rata-rata 8% lebih tinggi dari kelompok lain.

Suplai β-tokoferol tidak memiliki efek apa pun terhadap risiko kanker paru-paru namun memiliki efek menurunkan risiko kanker prostat hingga 34%. β-tokoferol juga tidak memiliki efek pada kanker prostat stadium lanjut.

Baca Juga : Inilah Lima Gejala dari Kanker Paru-Paru yang Wajib Diketahui Agar Bisa Ditangani Sedini Mungkin

Studi dilanjutkan dan memperhatikan bahwa usia partisipan rata-rata telah mencapai 63 tahun dan aktivitas merokok yang menurun dari rata-rata 20 batang rokok per hari menjadi rata-rata 18 batang rokok per hari.

Pemberian dosis harian pun diturunkan menjadi 20 mg untuk β-tokoferol dan 7 mg untuk β-karoten. Setelah dilakukan penurunan pemberian dosis, maka dua tahun setelahnya dilakukan analisis dan tidak ditemukan efek yang signifikan secara statistik.

Risikonya lebih tinggi 22 kali

Temuan di atas mengguncangkan pemahaman banyak peneliti. Satu dari banyak kelompok ilmuwan yang bereaksi adalah Tawee Tanvetyanon dan Gerold Bepler.

Mereka lalu melakukan penelitian evaluatif terhadap beberapa brand multivitamin yang mengandung β-karoten (24 brand dari toko multivitamin online).

Baca Juga : Sutopo Idap Kanker Paru: Sangat Sulit Dideteksi dan Disembuhkan, Kanker Paru Hanya Bisa Dicegah dengan Cara Ini

Latar belakang penelitian yang dilakukan Tanvetyanon dan Bepler ini karena iklan promosi brand-brand multivitamin serta kadar β-karoten yang tinggi.

Iklan brand multivitamin ini mengatakan semakin tinggi kandungan β-karoten maka semakin baik pula bagi kesehatan.

Menariknya, multivitamin-multivitamin yang diteliti Tanvetyanon dan Bepler memiliki dosis β-karoten yang tinggi.

Data tersebut sejalan dengan data dari National Cancer Institute USA yang melaporkan, ada sekitar 50 juta masyarakat Amerika mengonsumsi multivitamin dan 20 persennya (kira-kira 10 juta penduduk Amerika Serikat) adalah perokok.

Baca Juga : Selain Batuk dan Nyeri Dada, Inilah Gejala Umum Kanker Paru yang Patut Diwaspadai

Data yang diperoleh dari NCI juga menunjukkan, insiden kanker paru menimpa 60 per 100 ribu orang di Amerika Serikat. Dan dengan mengonsumsi β-karoten ini maka insiden ini meningkat menjadi 74,4 per 100 ribu orang.

Dari data itu maka dapat diperhitungkan bahwa dari 10 juta orang Amerika perokok tadi akan terjadi 1.440 kasus kanker paru per tahun. Ini berarti, risiko kanker paru pada perokok yang mengonsumsi β-karoten 22 kali lebih tinggi daripada nonperokok.

Kemudian Tanvetyanon dan Bepler menilai penting untuk menekankan bahwa data ini berlaku untuk suplementasivitamin dan ekstrapolasi untuk makanan yang kaya β-karoten seperti buah-buahan dan sayuran.

Mari kita lihat data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pada 2012, total jumlah perokok di Indonesia mencapai 52 juta jiwa dan terus mengalami peningkatan.

Baca Juga : Kanker Paru-paru dapat Bersembunyi hingga 20 Tahun sebelum Terdeteksi

Sangat mengejutkan melihat data terbaru Kemenkes RI pada 2014, jumlah total perokok di Indonesia telah mencapai 66 juta jiwa (didominasi remaja) dan WHO menempatkan Indonesia sebagai Negara dengan perokok terbanyak di dunia (peringkat 1).

Selain itu, mari kita lihat juga iklan-iklan multivitamin di Indonesia dan fenomena penggunanya. Industri-industri multivitamin bahkan menyebut produknya sebagai “asuransi” untuk mereka yang memiliki pola hidup kurang sehat.

Tren pengonsumsi multivitamin di Indonesia mengalami peningkatan, lebih dari 80% remaja mengonsumsi multivitamin (MARS Indonesia, 2013).

Hasil riset MARS di lima kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan) tahun 2013, sebesar 59,5% remaja mengonsumsi multivitamin secara tidak rutin dan 30,2% secara rutin. Akibat tren ini, kompetisi merek multivitamin di Indonesia semakin sengit.

Baca Juga : Kedelai Membantu Wanita Atasi Kanker Paru-paru

Hal menarik dari fakta-fakta ini adalah bagaimana fenomena prevalensi kanker paru di Indonesia berdasarkan data-data ini?

Bayangkan saja perokok di Indonesia yang didominasi para remaja ini mengonsumsi multivitamin yang bisa fatal bila mengandung β-karoten dengan kadar tinggi. Bukan tidak mungkin, insiden kanker paru di Indonesia akan meningkat.

Dengan fakta-fakta ilmiah tersebut di atas maka sudah saatnya kita menyadari antioksidan bukanlah “penyembuh segalanya”.

Bahkan, kondisi-kondisi khusus pada seseorang, seperti tabiat merokok, tidur sampai larut malam, atau keadaan kerja di pabrik dengan paparan khusus, perlu dipertimbangkan dalam mengonsumsi antioksidan.

Baca Juga : Hanya 9% Penderita Kanker Paru Bertahan Hidup

β-karoten sebagai antioksidan

β-karoten adalah salah satu provitamin A yang terdapat kaya pada buah-buahan. Pada mangga misalnya dalam 100 g terkandung 445 mg β-karoten yang setara dengan 4 persen vitamin A.

Tubuh kita secara enzimatik dapat mengubah β-karoten menjadi vitamin A sesuai kebutuhan.

Aktivitas vitamin A pada β-karoten terkait dengan cincin yang dimiliki beta karoten. β -karoten memiliki aktivitas vitamin A paling tinggi dibandingkan dengan jenis karotenoid provitamin A lainnya.

Baca Juga : Kanker Paru-paru, Si Pencuri Kehidupan

Aktivitas vitamin A pada β-karoten terkait dengan cincin yang dimiliki β-karoten. β-karoten memiliki dua cincin , sehingga dari satu molekul β-karoten dapat diperoleh dua molekul vitamin A.

Dalam kerjanya, β-karoten bertindak melalui antara lain mekanisme antioksidasi. Sejumlah penelitian menunjukkan, asupan β-karoten menghambat kerusakan DNA melalui mekanisme antioksidasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Paiva dan Russel dalam Journal of the American College of Nutrition menunjukkan bahwa β-karoten mampu melindungi sel-sel dan jaringan dalam tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas.

β-karoten juga mampu membersihkan radikal bebas, melindungi membran sel dari efek berbahaya degradasi oksidatif dan menghambat pertumbuhan tumor dan kanker.

Baca Juga : Hanya 9% Penderita Kanker Paru Bertahan Hidup

Artikel Terkait