Advertorial

Kisah Letizia, Ibu Sekaligus Pelindung Napoleon Bonaparte yang Legendaris

K. Tatik Wardayati
Yoyok Prima Maulana

Tim Redaksi

Letizia Bonaparte, ibunda Napoleon Bonaparte yang tidak ingin semua anaknya menjadi kaisar. Ia adalah ibu yang selalu melindungi anaknya dan hemat.
Letizia Bonaparte, ibunda Napoleon Bonaparte yang tidak ingin semua anaknya menjadi kaisar. Ia adalah ibu yang selalu melindungi anaknya dan hemat.

Intisari-Online.com – Namanya jarang disebut orang, padahal dialah perempuan yang melahirkan Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte (1769 - 1821). Kecintaannya pada keluarga membuat Letizia Bonaparte rela hidup sederhana di tengah gelimang takhta dan harta.

Mari kita simak tulisan Ida Sundari Husen, Letizia Sang Pelindung Bonaparte, seperti yang dimuat di Majalah Intisari edisi April 2009.

--

Seandainya "File de beaute" alias 'pulau keindahan' Korsika tidak dibeli oleh Louis XV dari Republik Genoa pada Mei 1768, mungkin keluarga besar Bonaparte tidak akan pernah hijrah ke Prancis.

Jalannya sejarah Prancis pun akan berbeda sebab anak-anak Maria Letizia Ramolino yang berasal dari keluarga bersahaja itu tidak akan punya kesempatan menjadi orang nomor satu di Prancis.

Baca Juga : Napoleon: Memamerkan Kemegahan dan Kemewahan Termasuk Kewajiban Seorang Raja

"Dongeng" berawal di Ajaccio, Korsika, pada 1750, saat Maria Letizia Ramolino dilahirkan. Keluarganya yang asal Italia sudah lama menetap di pulau kecil itu. Di usia teramat muda, 14 tahun, Letizia yang jelita dipersunting oleh Charles Bonaparte yang ganteng dan empat tahun lebih tua.

Begitu si cantik dan si ganteng itu menyatu, mereka langsung menjadi salah satu pasangan terpopuler di Ajaccio.

GERILYA HAMIL TUA

Letizia langsung disibukkan urusan bikin dan merawat anak, sementara Charles membantu para pejuang Korsika yang ingin membebaskan diri dari Genoa.

Baca Juga : Ternyata Letusan Tambora-lah yang Menyebabkan Kekalahan Napoleon Bonaparte

Para pejuang itu berang sebab tanpa setahu mereka, Korsika dipindah tangan ke Kerajaan Prancis. Dipimpin Pasquale Paoli, mereka mencoba mengusir tentara Prancis yang datang ke Korsika.

Namun, 22 ribu tentara yang dikirim Raja Louis XV terlalu kuat untuk dihalau. Para pejuang kocar-kacir, sebagian mengungsi ke gunung, termasuk Charles Bonaparte dan istrinya yang sedang hamil tua.

Letizia setia menemani suaminya dalam pelarian (meski akhirnya kembali ke kota lantaran tiada harapan untuk menang), ikut berkuda dan naik-turun gunung.

Seraya mengelus perutnya, Letizia kerap berkata, "Kelak anak inilah (Napoleon, Red) yang akan membalaskan dendam kita untuk Korsika!"

Baca Juga : Kisah Raja Shaka Zulu, 'Napoleon dari Afrika' yang Tersohor Gila, Kejam dan Haus Darah

Letizia memang tipikal perempuan Korsika. Tegas, tegar, dan dapat diandalkan. la istri, juga ibu yang selalu mementingkan harga diri dan kehormatan keluarga.

Soal ini, Napoleon pernah berkomentar, "Dalam keadaan susah, serbakekurangan, lelah, ibu selalu tabah. la tegar menanggung semua beban, mengatasi semua masalah. la memiliki kepala laki-laki pada tubuh seorang wanita."

Sekembali ke kota, Charles diangkat jadi staf Pengadilan Kerajaan di Ajaccio. Cuma, ia merasa gajinya tidak memadai.

Ia menuntut Kerajaan menanggung biaya pendidikan anak-anaknya, terutama Joseph dan Napoleon, agar bisa mengenyam pendidikan di sekolah golongan ningrat. Berhasil! Dua anaknya itu akhirnya diizinkan masuk College d'Autun.

Baca Juga : Tak Terduga, Inilah 5 Hal Paling Aneh yang Pernah Ditemukan di Kolong Tempat Tidur, Salah Satunya Organ Intim Napoleon!

Sayangnya, setelah itu musibah besar mengadang. Pada 1785, Charles Bonaparte wafat. Sejak itu, sendirian, Letizia harus berperan sebagai orangtua tunggal atas delapan anak yang masih butuh nafkah dan perlindungan: Joseph, Napoleon, Elisa, Pauline, Caroline, Lucien, Louis, dan Jerome.

Ia sekaligus kepala klan Bonaparte, semua keputusan ditetapkan oleh sang ibu atau atas nasihatnya.

Terilhami semangat Ibunda, Napoleon belajar luar biasa giat agar dapat menyelesaikan studi secepatnya. Pada September tahun yang sama, ia lulus ujian dan menjadi Letnan Dua di usia 16 tahun. Lalu ditempatkan di garnisun Valence, resimen La Fere.

Setelah itu, seperti bisa dibaca di berbagai buku sejarah, karier anak kedua Letizia itu terus melesat.

Baca Juga : Nenek Buyut Raja Swedia Saat Ini Ternyata Bekas Pacar Napoleon

Menantu musuh nomor satu

Pasca jatuhnya Louis XVI, rumah keluarga Bonaparte di Korsika diporak-porandakan massa pro kemerdekaan, karena dianggap memihak Kerajaari Prancis. Letizia dengan tegar memimpin pengungsian anak-anaknya ke Prancis.

Di Toulon, Prancis, mereka ditempatkan di la Vaiette, hidup dari tunjangan pengungsi dan gaji Napoleon yang kecil. Beruntung mereka kemudian ditampung oleh keluarga Clary, seorang pedagang kaya di Marseille.

Kondisi ekonomi mereka perlahan-lahah membaik. Namun masalah lain mengadang Letizia, yakni percintaan putra-putrinya. Pauline tergila-gila kepada seorang teroris revolusioner, sedangkan Lucien mengawini seorang gadis buta huruf di Saint-Maximin.

Perkawinan Lucien ini sangat mengecewakan Napoleon. Lucien adalah adiknya yang paling pintar, dan Napoleon mempunyai rencana besar baginya. Ia ingih menikahkannya dengan putri keluarga kalangan atas, kaya, jika mungkin bangsawan.

Baca Juga : Bukan Pasukan Musuh, Tapi Karena Serbuan Hewan Ini Pasukan Napoleon Kocar-Kacir

Eeeh, setelah istri pertamanya meninggal pada 1794, Lucien malah kawin lagi dengan seorang janda, Alexandrine de Bleschamp. Perkawinan itu membuat hubungan Napoleon – Lucien kian panas, Letizia pun khawatir akan retaknya persaudaraan mereka.

Untunglah Joseph menyenangkan hati ibunya dengan menikahi anak gadis keluarga Clary: Julie Clary, pada 1 Agustus 1794. Mereka mendapatkan bekal perkawinan dari keluarga Clary ƒ150.000 atau sekitar 15 juta.

Bagaimana dengan Napoleon? Selaku ibu, Letizia mengikuti perkembangan karier putranya dengan hati berdebar. Ia selalu mengamati gerak-gerik mereka.

Dapat diduga, betapa hatinya kecewa dan marah ketika tiba-tiba, untuk keperluan kariernya, Napoleon menikah dengan Josephine de Beauharnais, janda Alexandre de Beauharnais dengan dua orang anak: Hortense dan Eugene de Beauharnais, pada 9 Maret 1796.

Baca Juga : Battle of the Nile : Misi Rahasia Pasukan Napoleon Mengusasi Mesir Lewat Laut yang Berakhir Tragis

Ketika Letizia mengomel, Napoleon hanya mengingatkan bahwa kini dialah kepala keluarga. Letizia mengalah tetapi ia tidak pernah merestui pilihan putranya. Ia sebal pada Josephine sebab banyak gosip tentang perilakunya yang tidak terpuji.

Untuk mempertahankan cara hidup "wah", konon Josephine tidak segan-segan berutang kanan-kiri, termasuk menyunat gaji pembantu rumah tangganya. Sungguh beda dengan cara hidup Letizia yang sederhana dan hemat.

Selaku pengatur rumah tangga, bakat Josephine sebenarnya tidak diragukan. Sebagai pendamping suami pun, ia mampu menyelenggarakan resepsi dan menerima tamu kalangan atas dengan sempurna.

Namun, hal itu tak membuat Letizia melunak. Apalagi setelah setahun menikah, ia tidak dapat memberi anak kepada Napoleon. Maka ketika bahtera rumah tangga pasangan itu mengalami goncangan, sang ibu selalu minta mereka bercerai.

Baca Juga : Ramalan Nostradamus: Napoleon, Hitler, dan Tokoh di Timur Tengah dalam Perang Dunia

Harapan itu baru terlaksana pada 1809. Napoleon dan Josephine berpisah dengan dalih kekaisaran memerlukan generasi penerus. Josephine de Beauharnais meninggalkan Istana Tuileries, pindah ke Istana Malmaison.

Selanjutnya, 7 Februari 1810, pernikahan Napoleon dengan archiduchesse Marie-Louise, puteri Francois I dari Austria diresmikan.

Pusing cari mantu

Sukses menaklukkan Italia, Napoleon pindah ke chateau Mombelo, dekat Milan. Ia lalu merencanakan penjemputan keluarganya dengan kendaraan mewah plus pengawalan lengkap.

Tapi Letizia menolak. Ia ingin segala sesualu dilakukan secara sederhana. Di usia 48, Letizia masih tampak cantik dengan rambut cokelatnya. Yang dirasakan agak mengganggu hanyalah aksen Korsikanya yang kental.

Baca Juga : Makanan Kaleng yang Kita Konsumsi Saat Ini Berasal Dari Sayembara Napoleon Bonaparte

Mungkin itu sebabnya ia tak banyak bicara, namun sekali berbicara, apa yang dikatakannya selalu didengar orang.

Di Italia, Letizia disibukkan oleh rencana perkawinan anak-anak perempuannya. Napoleon berhasil mendapatkan jodoh buat Pauline, yakni Jenderal Leclerc yang cakap, dari keluarga baik-baik, dan kaya.

Mereka menikah pada 14 Juni 1797. Letizia sangat senang melihat Pauline terlepas dari pelukan pacarnya yang teroris.

Berikutnya, giliran Elisa dan kekasihnya Kapten Bracchiochi. Napoleon tidak menyetujui kisah kasih mereka karena orang Korsika itu dianggap tidak mempunyai masa depan cemerlang. Namun Elisa bersikeras.

Baca Juga : Napoleon, Panglima Perang yang Selalu Bertempur di Garis Depan dan Bukan Hanya ‘Duduk Manis’ di Tenda

Lagi-lagi Letizia menjadi penengah dan pemersatu klan Bonaparte. Bujukannya membuat Napoleon melunak dan membekali Elisa uang ƒ35.000.

Adik Napoleon yang lain, Jerome yang baru 20 tahun dan bekerja di Angkatan Laut, kecantol putri raja kapal, Elisabeth Patterson, di Baltimore. Mereka kemudian menikah, tanpa minta restu, baik kepada Joseph sebagai kakak sulung, Napoleon sang kepala keluarga, maupun Letizia.

Padahal, buat Napoleon dan Letizia, keluarga adalah segalanya. Pemerintahan Napoleon merupakan contoh nepotisme yang luar biasa. Setelah jadi kaisar, saudara-saudaranya banyak yang diangkat jadi penguasa.

Joseph jadi Raja Spanyol, Louis jadi Raja Belanda, anak tirinya Eugene jadi penguasa Italia, sedangkan adik iparnya Murat menggantikan Joseph di Napoli. Si bungsu Jerome akhirnya kebagian jadi Raja Westphalia, setelah ia meninggalkan istrinya yang orang Amerika.

Bahagiakah Letizia? Ternyata tidak. Di depan umtim, ia menghormati keputusah putranya, tapi ketika berbincang-bincang berdua, sang ibu dengah lugas menyatakan, adik-adik Napoleon itu tidak berpengalaman dan bukan keturunan raja-raja, sehingga akan sulit memaksa bawahannya untuk tunduk dan patuh.

Baca Juga : Mengalah untuk Menang, Taktik Jitu Pasukan Rusia Bikin Pasukan Napoleon Terjebak dalam Musim Dingin Moskow

Artikel Terkait