Rinciannya, sebanyak 21.526 orang memiliki kekayaan di atas 5 juta dollar AS atau ekuivalen Rp 74,3 miliar, 1.314 orang dengan aset di atas 50 juta orang atau setara Rp 743,3 miliar, dan 78 orang dengan kekayaan di atas 500 juta dollar AS atau Rp 7,4 triliun.
Baca Juga : Duh, Baju Renang Gucci Seharga Rp5,5 Juta Ini Malah Tak Boleh Dipakai Berenang! Lalu Buat Apa?
Aset mereka tak hanya dalam bentuk uang tunai, dan valuta asing, juga aset tak bergerak macam rumah, apartemen, pabrik, kantor, dan tanah.
Kebiasaan Crazy Rich Indonesians ini, menurut CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono tak hanya membelanjakan uang untuk barang-barang bermerek dengan reputasi global di kota-kota dunia macam Tokyo, London, Paris, Milan, atau New York.
Mereka juga belanja rumah dan apartemen di kota-kota tersebut plus Sydney, dan Singapura yang secara tradisional menjadi tujuan investasi orang super tajir Indonesia.
"Tujuan mereka membeli properti di luar negeri ini adalah sebagai wealth preservation untuk mengantisipasi nilai tukar Rupiah yang terus terdepresiasi," ujar Hendra.
Selain itu, kata Hendra, properti di mancanegara itu dibeli untuk dijadikan rumah kedua (second home), rumah untuk menghabiskan masa tua, dan juga untuk anak-anak mereka yang sekolah dan menetap di sana.
"Mereka cenderung membeli apartemen mewah di pusat kota agar gampang beraktivitas," tambah dia.
Di Singapura, kawasan incaran orang kaya Indonesia adalah Distrik 9, 10, dan 11. Distrik-distrik tersebut merupakan kawasan elite, salah satu pusat bisnis dan keuangan dunia.
Di distrik inilah terdapat sepenggal jalan yang terkenal seantero jagat raya yakni Orchard Road.
Tak heran jika untuk apartemen tipe studio dengan luas hanya 40 meter persegi saja, menurut situs jual beli iProperty, harganya dibanderol Rp 22,3 miliar atau Rp 557,5 juta per meter persegi!
Namun, kata Hendra, hal itu bukan masalah. UHNW Indonesia tetap membelinya. Ada yang beli satu unit, dua unit, atau bahkan satu lantai.
Source | : | kompas |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Aulia Dian Permata |
KOMENTAR