Advertorial

Meski Rupiah Sempat Tembus Rp15 Ribu tapi Ekonomi Indonesia Tetap Stabil, Ini Rahasianya dan China pun Kalah!

Adrie Saputra
Moh. Habib Asyhad
Adrie Saputra
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Walau tidak masuk 10 besar, cadangan emas Indonesia termasuk besar bahkan di atas China, Peru, dan Brasil.
Walau tidak masuk 10 besar, cadangan emas Indonesia termasuk besar bahkan di atas China, Peru, dan Brasil.

Intisari-Online.com - Tak bisa dipungkiri bahwa emas merupakan investasi yang menguntungkan.

Sebab hampir tak pernah ditemui harga emas turun setiap tahunnya.

Banyak negara mulai mengumpulkan emas dalam menjaga pertahanan perekonomiannya.

Berbicara mengenai emas, maka tidak jauh dari tambang emas Freeport di Indonesia.

Saham Freeport kini naik menjadi 51 persen dari yang sebelumnya hanya 9,36 persen.

Baca Juga : Nilai Tukarnya Makin 'Perkasa' di Banyak Negara, Dollar AS Sebenarnya Bisa 'Dibunuh' oleh Cadangan Emas China

Mengutip dari Kompas.com, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, Indonesia bisa saja mengambil alih saham PT Freeport Indonesia lebih dari 51 persen.

Namun, hal itu tak dilakukan karena berbagai pertimbangan.

Pertimbangan tersebut di antarannya faktor teknologi, pemasaran hasil tambang, manajemen proyek hingga dana untuk divestasi yang tidak sedikit.

Melihat negara-negara luar, terutama di Asia, China adalah salah satu negara yang sangat menggebu-gebu mengumpulkan emas.

Mengutip dari globalresearch.ca, China saat ini adalah produsen emas terbesar di Asia bahkan di dunia, diikuti oleh Australia dan Rusia.

Namun untuk cadangan emas China kalah dengan Australia, Rusia, bahkan Indonesia.

Sudah lama diasumsikan bahwa China secara diam-diam membangun cadangan emasnya dengan membeli produksi lokal.

Selain itu China juga berinvestasi di beberapa negara penghasil emas.

Baca Juga : Jack Ma Umumkan Pensiun dari Alibaba, Kabarnya Ingin Jadi Guru Lagi

Perusahaan China telah berinvestasi dalam penambangan emas di berbagai wilayah Dunia (termasuk Afrika Selatan dan Australia).

China dan Rusia bahkan berkolaborasi dalam hal usaha patungan dalam penambangan emas.

Menurut Keiser Report, channel berita keuangan, sekarang ini banyak negara yang memilih untuk menggunakan mata uang nasional mereka sendiri dibanding dolar dalam perdagangan bebas.

Hal ini tak lain dikarenakan negara-negara itu menjadi korban dari tarif dan sanksi AS yang tak kenal lelah.

Seperti diwartakan rt.com, Rabu (5/9/2018), Max Keiser mendiskusikan mengenai AS yang mensimulasikan mata uangnya.

Selain itu, Alasdair Macleod, kepala penelitian untuk GoldMoney.com juga mengungkap suatu hal.

Yakni bahwa AS paham betul sistem keuangan global tidak memiliki pilihan untuk dolar, sehingga AS menggunakan kuasa itu demi keuntungannya sendiri.

"AS memberikan pesan ke setiap negara lain yang bergantung pada dolar dalam menjalankan pasar bebasnya, dan ini bukanlah hal yang aman untuk dilakukan," Macleod menyampaikan kepada Keiser.

Baca Juga : Anda Merasa Kesepian? Mungkin 4 Penyebab Ini Perlu Anda Atasi Segera!

"Anda harus memiliki alternatif lainnya," lanjutnya.

Secara pasti China akan beralih ke yuan untuk perdagangan setidaknya di kawasan Asia.

Lebih lanjut, menurut Macleod, China telah mengumpulkan emas dalam waktu yang lama dan menunggu kesempatan menggunakannya untuk mendukung mata uang nasionalnya.

Berikut ini adalah daftar 13 negara produsen emas terbesar di dunia.

Saat ini, Indonesia berada di peringkat 11 dari 13 negara produsen emas terbesar di dunia.

Walau tidak masuk 10 besar, cadangan emas Indonesia termasuk besar bahkan di atas China, Peru, dan Brasil.

Hal ini yang membuat Indonesia kuat bahkan ekonomi Indonesia tidak akan mudah goyah dengan nilai rupiah yang sempat pada titik terlemahnya terhadap dolar yakni Rp15 ribu per dolar AS.

Cadangan emas merupakan kekuatan yang tak kalah dengan negara besar yang mempunyai cadangan minyak bumi berlimpah.

Ketua Tim Kampanye Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Erick Thohir menilai perekonomian Indonesia saat ini masih dalam kondisi wajar.

Ia menyatakan situasi perekonomian Indonesia saat ini berbeda jauh dengan krisis ekonomi 1998 meskipun kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sempat menembus Rp 15.000.

Baca Juga : Ingat Gadis yang Didorong dari Atas Jembatan oleh Temannya? Pelaku Mohon Ampun dan Tidak Mau Dipenjara!

"Saya rasa begini, bahwa kalau kita melihat ekonomi dunia, itu memang sekarang sudah terjadi equilibrium."

"Apakah ekonomi Indonesia dibilang jelek? Tidak."

"Data-data menunjukan 1998 dengan sekarang jauh posisinya, tapi ada equilibrium yang terjadi di dunia," kata Erick di Media Center Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf, Menteng, Jakarta, Jumat (7/9/2018).

Ia pun meyakini tim ekonomi pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi yang kini mendera Indonesia.

Menurut Erick, masing-masing negara tentu memiliki strategi untuk mengatasi permasalahan ekonomi saat ini. (Intisari-Online.com/Adrie P. Saputra)

Artikel Terkait