Advertorial
Intisari-Online.com -“Bungkukkan badan 15 derajat jika melewati tamu, 30 derajat jika tamu melontarkan komentar yang baik, 45 derajat bila kita melakukan kesalahanan,” ungkap Suh Sang-rok, 20 tahun yang lalu.
Suh, yang waktu itu berusia 61 tahun, adalah calon pelayan yang sedang dalam pelatihan di restoran hidangan Prancis di sebuah hotel berbintang lima di Korea Selatan.
Tapi Suh bukan sembarang trainee. Sebelum krisis moneter dan ekonomi melanda negaranya, ia adalah orang nomor dua di Grup Sammi yang kini brangkrut.
Sammi Steel Co., adalah pabrik baja terbesar di Korea saat itu.
Ronggowarsito, Pujangga Kraton Surakarta yang Ramalkan Datangnya 'Zaman Edan', Kapan Itu Terjadi?
“Namun semua itu sudah berlalu,” ujar mantan wakil presdir itu, dengan sedikit lega, seperti dilaporkan Intisari Mei 1998.
“Ketika di posisi puncak, saya amat stres. Sekali keliru mengambil keputusan, ribuan orang bisa menderita. Kini yang perlu saya pikirkan hanya diri saya sendiri.”
Selain dirinya, tentu saja piring gelas kotor sudah dicuci apa belum, sendok sudah dibersihkan apa belum, dan penampilan dari stainless steel sudah digosok belum.
Karena masih magang, dengan berjas buntut tiap malam ia siap tempur dari pukul 18.00 – 2.00, enam hari dalam seminggu.
Karena waktu itu tugasnya masih magang, tugasnya baru menyapu lantai dapur, menaja meja, dan kalau beruntung, menghidangkan anggur.
Bagaikan bumi dan langit, jika dibandingkan dengan posisi sebelumnya.
Begitu seringnya ia makan di restoran, entah meng-entertain atau di-entertain, saat kehilangan pekerjaan, restoranlah yang pertama terlintas di benaknya.
Tapi mencari pekerjaan sebagai pelayan pun ternyata tak segampang yang ia kira sebelumnya.
“Restoran-restoran langganan saya sungkan mempekerjakan saya,” keluhnya saat itu, sambil menggelengkan kepala kepada Yoon Suh Kyung, wartawan The Straits Times.
Roy Suryo, Pakar Telematika yang Kepakarannya Diragukan Banyak Pihak
“Beberapa kolega dan teman saya masih di sana, sehingga mereka merasa aneh bila saya kini melayani melayani teman-teman saya sendiri.”
Untung, Hotel Lotte tidak berpendapat demikian. Ia mulai masuk kerja tanggal 1 April 1998.
Meski kepala pelayan sempat meragukan keseriusannya, Suh membuktikan betapa serius ia memandang pekerjaan barunya.
Bahkan semangat bekerjanya dilandasi alasan moral yang dalam.
Katakanlah, semacam ekspresi penyesalan yang mendalam sekaligus menjalani "denda" sukarela.
"Perusahaan saya bangkrut gara-gara saya salah perhitungan. Saya amat keliru sehingga saya tidak pantas melamar pekerjaan tingkat tinggi seperti itu lagi."
"Ketika krisis IMF terjadi, .... Bukankah sebagian gara-gara saya juga? Kami terlalu berani meminjam dana bank .... krisis ekonomi di negeri kami terutama akibat orang-orang seperti kami ini," ujarnya saat itu, pelan.
Namun ia melakukan ini tak cuma demi dirinya sendiri.
"Mudah-mudahan, karena melihat teladan saya, orang-orang yang kehilangan pekerjaan, menjadi tabah. Jangan pikirkan pekerjaanmu yang dulu. Pikir dan bersiaplah untuk masa depan."
Besar kemungkinan, berkat orang-orang macam Suh pulalah Korea Selatan bisa bangkit lagi.
Kekurangan Membawa Berkah, Orang-orang Cebol di Ekuador ini Kebal Kanker dan Diabetes