Advertorial
Intisari-Online.com- Selama berabad-abad, para pelaut kita memiliki masalah besar: pedoman navigasi.
Untuk pelayaran laut jarak dekat, Anda masih dapat mengikuti garis pantai, namun bagaimana dengan jarak jauh?
Dalam memecahkan masalah ini, orang zaman dahulu memiliki jawabannya masing-masing yang berbeda.
Orang-orang Nordik mengamati pola terbang burung untuk menentukan rute mereka.
Baca Juga : Bangun Ladang Tenaga Surya Terbesar di Dunia, China akan Alami Efek Mengerikan Ini di Masa Depan
Orang-orang Polinesia mengamati burung-burung, tetapi juga menggunakan ombak, dan menyaksikan sinar samar di cakrawala.
Orang Mesir menggambar grafik yang menandai garis bujur dan garis lintang.
Sementara itu, para warga Fenisia kuno menemukan cara menavigasi menggunakan matahari dan pada malam hari mereka menggunakan bintang.
Selama berabad-abad, perangkat yang lebih canggih diciptakan untuk mengukur ketinggian matahari dan bintang di cakrawala.
Baca Juga : Minumlah Air Madu Hangat di Pagi Hari Saat Perut Kosong dan Rasakan 7 Manfaat Ini Pada Tubuh
Pada Abad Pertengahan, para pelaut menggunakan astrolabe, yang merupakan lempengan logam yang disangga oleh cincin kecil.
Sementara navigasi bintang perlahan tergerus oleh teknologi, tidak dengan teknologi ini yang terus mengandalkan perbintangan.
Yakni pesawat mata-mata "Blackbird" SR-71, yang digunakan Angkatan Udara AS dari pertengahan 1960-an hingga 1990, mengandalkannya.
Menurut Smithsonian, sistem navigasi menentukan posisi pesawat dengan menggunakan bintang yang terlihat melalui lensa di bagian atas setiap unit.
Baca Juga : Ginjal Anda Bisa Terjamin Kesehatannya Jika Rutin Konsumsi 5 Sayuran Ini
Titik referensi tersebut menawarkan panduan kursus dengan akurasi 91 meter.
Sistem sensornya sangat sensitif sehingga bisa mendeteksi bintang di siang bolong saat masih di daratan.
Pihak militer nampaknya masih melihat bagaimana mereka dapat menerapkan sistem navigasi angkasa (perbintangan) untuk desain masa depan guna pertempuran yang tak perlu mengandalkan GPS.
Bahkan baru-baru ini, Los Angeles Times melaporkan pada tahun 2015 bahwa Akademi Angkatan Laut AS telah mengajarkan kembali bagaimana mengoperasikan navigasi dengan menggunakan bintang.
Baca Juga : Cara China 'Menjajah' Negara-negara Lain: Beri Pinjaman yang 'Mustahil' Dilunasi
Hal ini dilakukan setelah menghentikan teknik ini lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Motif dari ini jelas bukan karena nostalgia maritim.
Melainkan meningkatnya rasa takut terhadap serangan cyber yang dapat merusak jaringan GPS.
Baca Juga : Baru Berusia 22 Bulan, Balita Ini Hilang di Hutan Selama 4 Hari, Kondisinya Menyedihkan saat Ditemukan