Advertorial
Intisari-online.com - Mungkin sebelum ini, Anda belum pernah mendengar suku Hmong, mereka adalah orang-orang yang tinggal di sepanjang tepian sungai Kuning di China.
Namun, pada tahun 1800-an mereka terpaksa meninggalkan kediaman mereka dan pindah ke daerah Vietnam Utara dan sebagian ke Laos, karena konflik dengan Dinasti Han.
Tahun 1988, orang-orang Hmong kembali terusik dengan datangnya kolonial Prancis, yang waktu itu datang sebagai penjajah.
Membangun kontrol atas Indochina, Prancis mengeksploitasi rakyat Vietnam dan Laos termasuk suku Hmong untuk mendanai penaklukan mereka.
Baca Juga :Alami Krisis Air karena Kekeringan, Warga Gunungkidul Rela Menunggu Lama Demi Air Keruh Sisa Telaga
Pada tahun 1916, Prancis menaikkan pajak dan membebani orang-orang Hmong secara khusus untuk membayar setiap tanaman berharga yang mereka tanam.
Peraturan tersebut akhirnya menciptakan sistem pajak yang tidak adil, kadang-kadang mereka membayar tiga kali lipat dari jumlah normal.
Bahkan orang-orang Hmong yang tidak mampu membayarnya akan dipenjarakan.
Ketidakadilan tersebut telah membuat suku Hmong marah besar atas sikap Prancis, yang berlaku semena-mena.
Akhirnya, mereka melakukan pembelotan terhadap pemerintah Prancis, meskipun beberapa komunitas dari Hmong ada juga yang berpihak pada Prancis.
Pertempuran pecah pada tahun 1918, orang-orang Hmong mendesain senjata dan mesiu mereka sendiri.
Peristiwa tersebut dikenal dunia dengan julukan 'War Of Insane' atau peperangan yang gila.
Satu senjata yang terkenal adalah meriam Hmong, yang dibuat dari batang kayu dan dipenuhi dengan potongan logam dan mesiu Hmong.
Baca Juga :Banyak Berita Buruk Tentang Dirinya, Trump Salahkan dan Ancam Google
Berat daripada meriam tersebut bisa mencapai 90 Kilogram dan hanya ada satu orang yang bisa membawanya, dia adalah Lwv, salah satu orang dari suku Hmong.
Pertempuran tersebut telah membuat Prancis kalang kabut, bahkan mereka terperangah karena tidak tahu cara melawan orang hutan.
Tentara Hmong bisa menyerang secara tidak terlihat, dan secara mendadak tiba-tiba mereka muncul di hadapan tentara Prancis.
Pada saat itu Prancis dalam kondisi lemah akibat Perang Dunia I, pasukan militer mereka juga terbatas hingga membuatnya merekrut orang-orang pribumi untuk menjadi anggotanya.
Baca Juga :Bekerja Sama dengan Rusia-China Produksi Pesawat Siluman, Turki Makin Bikin Sewot AS
Padahal, orang-orang pribumi sudah jelas tidak ingin melawan suku Hmong, hal inilah yang membuat Prancis kalah telak.
Bahkan Prancis disebut-sebut juga ketakutan setengah mati, karena ada desas-desus orang-orang Hmong menggunakan kekuatan sihir.
Salah satu kunci kekuatan Hmong adalah pada pemimpin mereka, yang bernama Pa Chay Vue, yang biasa memanjat pohon yang konon untuk menerima pesanan dari surga.
Adik perempuannya Pa Chay, Kao Mee, konon juga mampu membelokkan peluru dengan hanya menggunakan bendera rami putih.
Dikatakan bahwa Pa Chay adalah seorang perawan yang saleh, dia menyebutkan bahwa menerima kekuatannya dari Surga.
Akhirnya, pasca kekalahan Prancis pada tahun 1920, Perancis memberikan status khusus kepada suku Hmong, sehingga mengakhiri pemberontakan pada tahun 1921.
Kabar lain menyebutkan bahwa, kekalahan Prancis atas orang-orang Hmong ini adalah suatu hal yang memalukan, bahkan Prancis hingga saat ini berusaha menutup-nutupi peristiwa ini.