Advertorial
Intisari-online.com - Kedatangan Israel ke tanah Palestina dengan dalih 'pulang kampung' telah memicu gejolak besar.
Tindakan brutal untuk menyingkirkan etnis arab di Palestina, telah membuat negara tersebut mendapat kecaman dari banyak pihak.
Di sisi lain Israel mendapat toleransi besar dari negara-negara Eropa, akibat masa suram yang dilalui etnis Yahudi pasca tragedi Holocaust.
Sebuah peristiwa pemusnahan masal orang-orang Yahudi oleh kelompok Nazi, Jerman.
Meski begitu, tindakan Israel tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun, ketika etnis Arab masih ada di Palestina tindakan Israel mengambil alih tanah Palestina bisa dikatakan sebagai tindakan pencurian.
Bagaimana bisa seorang pendatang mengambil alih rumah yang dihuni pemiliknya selama bertahun-tahun, bahkan dengan cara yang sangat brutal.
Terlebih, tindakan menghilangkan nyawa banyak orang, dan tindakan rasis atas orang-orang Arab dan supremasi ras yang mereka lakukan adalah alasan besar, tindakan Israel tidak bisa diterima.
Tindakan ini juga memicu komentas Henry Kissinger pada 2012 silam, waktu itu seorang kolumnis New York Post,Cindy Adam melaporkan Henry mengatakan Israel tidak akan ada dalam 10 tahun.
Baca Juga :Hei Kaum Muda, Ingin Memulai Bisnis? Ini Pesan Jokowi Untuk Anda
"Dilaporkan kepada saya, Henry Kissinger telah menyataka, dan saya mengutip pernyataan kata demi kata: Dalam 10 tahun, tidak akan ada lagi Israel."
Namun, pernyataan datar Kissinger memang tidak berdasar dan tidak menunjukkan Israel dalam bahaya besar.
Pernyataan ini dibenarkan oleh intelijen AS, lalu menerbitkan analisis 82 halaman dalam jurnal internasional berjudul "Mempersiapkan Pasca-Israel di Timur Tengah."
Melalui jurnal tersebut intelijen AS mengamati bahwa 700.000 pemukim Israel adalah 'ilegal' dan tinggal di tanah yang dicurinya pada tahun 1967.
Baca Juga :Selamat! Pecatur Muda Indonesia Juara di Mongolia, Indonesia Raya pun Berkumandang
Keenam belas agen intelijen AS setuju bahwa Israel tidak dapat menahan datangnya gejolak pro-Palestina yang terdiri dari etnis Arab, Kebangkitan Islam, dan kebangkitan Republik Islam Iran.
Laporan komunitas intelijen AS mengatakan bahwa berdasarkan kenyataan ini, pemerintah AS tidak lagi memiliki sumber daya militer dan keuangan untuk terus menopang Israel dan melawan keinginan dari banyak negara Islam.
Untuk menormalkan hubungan dengan 57 negara Islam, laporan itu menunjukkan, AS akan harus mengikuti kepentingan nasionalnya sendiri dan mencabut Israel.
Hal menarik lain, baik Henry Kissinger maupun penulis Laporan Intelijen AS tidak memberikan tanda apa pun bahwa mereka akan berduka jika Israel benar-benar runtuh.
Baca Juga :Hei Kaum Muda, Ingin Memulai Bisnis? Ini Pesan Jokowi Untuk Anda
Sebab seperti diketahui bersama, Amerika adalah negara yang pro dengan kebijakan Israel, sedangkan Henry Kissinger adalah orang Yahudi kelahiran Jerman.
Kissinger menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS dari tahun 1973 hingga 1977 di pemerintahan kepresidenan Richard Nixon dan Gerald Ford.
Dia memainkan peran kunci yang membawa tentang perjanjian pelucutan senjata yang dicapai Israel dengan Mesir dan Suriah setelah Perang Yom Kippur 1973.
*Artikel berdasar Analisis Konflik Israel-Palestina, dalam Jurnal Internasional berjudul "US Preparing for a Post-Israel Middle East?"