Advertorial

Antara Crimea, Sukhoi, Kerupuk, dan Ancaman AS yang Bisa Bikin TNI AU 'Lumpuh'

Agustinus Winardi
Agustinus Winardi
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Inilah sejarah singkat rencana pembelian Sukhoi yang memicu AS mengeluarkan berbagai ancaman kepada Indonesia.
Inilah sejarah singkat rencana pembelian Sukhoi yang memicu AS mengeluarkan berbagai ancaman kepada Indonesia.

Intisari-Online.com -Pada 2014, secara sepihak Rusia berhasil menguasai Crimea, yang semula merupakan wilayah Ukraina.

Meski kembalinya Crimea yang dulunya merupakan wilayah Uni Soviet itu dilaksanakan melalui referendum dan militer Ukraina tidak melakukan perlawanan, negara-negara Eropa dan AS merasa tidak terima.

Pasalnya, begitu referendum dilakukan dan penduduk Crimea memilih bergabung dengan Rusia, pasukan Rusia dalam jumlah besar segera ‘menyerbu’ Crimea dan mengusir pasukan Ukraina.

Dalam waktu singkat kekuatan militer Rusia yang digelar di Crimea bahkan menunjukkan seperti mau bertempur dengan negara-negara Barat.

Baca juga:Su-35 Bikin TNI AU Makin Bertaring, Australia atau Negara Asing Lain Tak Bisa Lagi Iseng di Langit Indonesia

Pasukan NATO dan AS pun kemudian segera dikirim ke Ukraina dalam jumlah besar dan saat ini antara kedua pasukan yang mencerminkan perseteruan ala Perang Dingin itu bahkan sudah saling berhadap-hadapan.

AS dan negara-negara Barat tidak hanya menyiagakan pasukan dan persenjataannya dalam kondisi siap tempur tapi juga menerapkan embargo ekonomi kepada Rusia.

Embargo ekonomi itu tidak hanya membuat Rusia mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya seperti pangan, tapi juga berimbas kepada negara-negara yang melaksanakan hubungan dagang dengan Rusia.

Negara tertentu, seperti Indonesia yang berusaha melakukan kegiatan perdagangan dengan Rusia, bisa ‘ditegur’ AS menggunakan sanksi-sanksi tertentu.

Baca juga:Benarkah Tanpa Jet Tempur Su-35 Indonesia Akan Kerepotan Hadapi Gempuran Jet Siluman F-35 Australia?

Kebetulan ketika Rusia sedang mendapatkan embargo ekonomi, Indonesia berniat membeli sebanyak 11 jet tempur SU-35 untuk menggantikan jet-jet tempur F-5 E Tiger TNI AU yang sudah tidak layak operasional.

Harga sebelas SU-35 yang senilai 1,14 Triliun itu akan dibayar Indonesia dengan cara imbal beli menggunakan bahan-bahan pokok pangan yang sedang dibutuhkan oleh Rusia.

Bahkan soal rencana barter ini sempat menjadi sorotan masyarakat karena disebutkan salah satu bahan pangan yang akan ditukar adalah kerupuk.

Pemerintah AS yang menilai pembelian SU-35 oleh Indonesia itu sebagai upaya ‘menolong’ Rusia secara ekonomi jelas tidak mau terima.

Baca juga:Kontrak Pembelian 11 Jet Tempur Su-35 Baru Disetujui, Bukti Rumitnya Proses Pengadaan Alutsista

AS pun kemudian berupaya menggagalkan pembelian sebelas SU-35 itu meski pertimbangannya bukan hanya masalah embargo eknomi yang sedang diterapkan kepada Rusia.

Militer AS sesungguhkan tidak menginginkan Indonesia memiliki SU-35 karena jet-jet tempur mutakhir generasi 4,5 ini bisa menandingi jet-jet tempur F-18 Super Hornet dan F-35 Australia.

AS juga tidak menginginkan Indonesia (TNI AU) yang sudah mendapatkan hibah sebanyak 24 jet tempur F-16 C/D 52 ID, perlu menambah lagi dengan SU-35 karena memiliki kemampuan yang lebih superior.

Dengan mendapatkan hibah 24 unit jet tempur F-16, kekuatan udara TNI AU memang menjadi naik drastis, tapi di sisi lain, Indonesia juga rawan oleh embargo militer dari AS.

Sialnya, potensi embargo militer dari AS bisa datang dari mana saja, seperti keinginan Indonesia untuk membeli SU-35 Rusia.

Yang jelas jika Indonesia tetap ngotot mau membeli SU-35 Rusia dan AS akhirnya menerapkan embargo militer dengan cara menghentikan pasokan suku cadang terhadap pesawat-pesawat TNI AU buatan AS (F-16, C-130 Hercules, heli AH-64 Apache , dan lainnya) akibatnya memang akan serius.

Pasalnya pesawat-pesawat TNI AU buatan AS itu bisa ‘lumpuh’ karena tidak dapat dioperasikan dalam jangka panjang.

Baca juga:Tak Mau Disebut Jenius, Inilah Mahasiswa Termuda di Dunia Berusia 12 Tahun yang Belajar Fisika dari Internet

Artikel Terkait