Advertorial
Intisari-Online.com -Kesalahan yang dilakukan oleh Willy Caballero dalam pertandingan Argentina melawan Krosia di babak penyisihan grup Piala Dunia 2018 (22/6/2018) dianggapsangat fatal. Ya, karena berbuah gol bagi Kroasia yang kemudian memenangkan pertandingan.
Kiper, sebagai palang pintu terakhir pertahanan sebuah tim sepak bola memang seolah tak diperbolehkan melakukan kesalahan.
Di turnamen yang sama, seorang kiper sekelas David De Gea yang sangat diidam-idamkan oleh klub raksasa Real Madrid pun turut melakukan blunder saat dirinya gagal menepis tendangan 'pelan' Cristiano Ronaldo, dimana Spanyol akhirnya harus bermain imbang dengan Portugal.
Yang paling fenomenal, jika merujuk hanya pada tahun ini, adalah dua kali blunder yang dilakukan oleh Loris Karius saat timnya Liverpool menghadapi Real Madrid di final Liga Champions (26/5/2018).
Baca juga:Cara Cepat Menerka Kepribadian Seseorang Lewat Bentuk Hidung, Akurat Lho!
Dia menjadi bulan-bulanan kebencian para suporter Liverpool, yang seolah melupakan jasa Karius di pertandingan-pertandingan sebelumnya.
Seburuk itukah nasib seorang kiper jika melakukan kesalahan?
Ya, dan bahkan ada yang jauh lebih buruk.
Lihat saja apa yangdialami oleh Moacir Barbosa, kiper tim nasional Brasil pada Piala Dunia 1950 yang dianggap sebagai sosok paling bersalah dalam Tragedi Maracanazo, di mana Brasil kalah oleh Uruguay saat tampil di final yang diselenggarakan di staidon kebanggaan mereka, Maracana.
Baca juga:5 Eksekusi Mati Paling Kejam dalam Sejarah: Siksaan Berlangsung Lama dan Sangat Menyakitkan
Berikut ini kisahnya.
---
Seluruh publik Brasil siap berpesta hari itu.
Beragam atribut telah disiapkan.
Baca juga:Lagi Asyik Mudik Eh Ditelepon Polisi 'Mas Bapaknya Ketinggalan di Rest Area'
CBF—PSSI-nya Brasil—bahkan sudah mencetak 22 medali emas yang ditatah dengan nama-nama para pemainnya.
Bahkan, presiden FIFA waktu itu, Jules Rimet, telah menyiapkan pidato khusus untuk menyambut kemenangan pertama Brasil diPiala Dunia 1950di Stadion Maracana.
Tapi semuanya hancur berantakan ketika di menit 79 sayap Uruguay Alcides Ghiggia menceploskan bola ke gawang Moacir Barbosa.
Maracana terdiam. Mati.
Baca juga:Ketika Foto Hitam Putih yang Menunjukkan Tragedi Kemanusiaan yang Pernah Terjadi di Masa Lalu
Sebuah trageti baru saja terjadi. Kelak, tragedi ini lebihdikenal sebagaiTragedi Maracanazo.
Tidak hanya para penonton yang hadir di stadion, seluruh Brasil dirundung kesedihan yang tak terperi.
Sebagai reaksi atas kekalahan tersebut, beberapa surat kabar menyatakan tidak bisa terima dengan kekalahan tersebut.
Seorang penyiar radio bernama Ary Barrosa tiba-tiba mengundurkan diri. Beberapa fans di Brasil kedapatan bunuh diri karena tidak bisa menanggung malu.
BBCmenyebut Tragedi Maracanazo sebagai salah satu momen terburuk dalam sejakah sepakbola Brasil.
Tidak hanya masyarakat, nasib para pemain Brasil juga tak kalah buruk.
Beberapa menjai korban caci-maki dan amarah pendukungnya.
Sebagian bahkan diam-diam menyatakan mundur dari sepakbola. Sebagian lagi menanggung malu dan merasa bersalah sepanjang hidupnya.
Baca juga:Sangat Berarti, Inilah Makna Nomor Punggung Para Pemain Sepakbola
Kiper dikutuk
Moacir Barbosa si penjaga gawang menjadi orang yang paling dipersalahkan.
Dia menjadi musuh nomor satu warga Brasil.
Bahkan sosoknya diibaratkan sebagai hantu atau sosok menyeramkan lain yang digunakan para orangtua untuk menakut-nakuti anaknya yang 'nakal'.
Beberapa orang, termasuk para penggawa Brasil dikabarkan menjauhi Barbosa karena takut 'tertular kutukan' yang ada pada diri Barbosa.
“Hukuman di Brasil paling lama 30 tahun penjara. Tapi aku, untuk kesalahan yang tak sepenuhnya jadi tanggung jawabku, telah menjalani hukuman selama 50 tahun,” ujar Barbosa pada 2000, sesaat sebelum ajalnya dijemput.
Apalagi, Barbosa sendiri tidak merasa gol Ghiggia ke gawangnya tidak murni karena kesalahannya melainkan karena kecerdikan Ghiggia yang melakukan gerakan menipu.
Bahkan dikabarkan gawang yang gagal dijaganya dalam pertandingan tersebut 'dihadiahi' secara khusus oleh para fans Brasil yang masih tak terima kekalahan timnya.
Barbosa menerimanya dan membawanya ke rumah. Lalu kemudian membakarnya di halaman belakang rumahnya.
Untung saja dia tidak sampai bunuh diri, bahkan masih bermain hingga usia 42 tahun.
Ganti seragam
Imbas lain, seperti dikutip dari bukuBola Memang Gilakarya Owen A. McBall, Federasi Sepakbola Brasil memutuskan untuk mengganti warna kostum timnasnya dari kaos putih celana putih bergaris biru, menjadi kuning untuk kaos dan biru bergaris hijau untuk celana.
Mengutip bait terakhir puisi “Black Orpheus” karya Vinicus de Moraes berjudul “Black Orpheus” yang dipersembahkan khusus buat tragedi tesebut.
“...dari kematian, kita nyaris tidak terlahirkan.”
Siapa sangka, melalui Tragedi Maracanazo, Brasil memulai tradisinya dalam dunia sepakbola.
Brasil berturut-turut menjadi juara Piala Dunia pada 1958, 1962, 1970, 1994, dan 2002. (Habib Asyhad dan Ade Sulaeman)
Baca juga:Kisah Satu Keluarga di Brasil yang Hidup Rukun Bersama 7 Harimau di Rumahnya