Intisari-Online.com - Soesilo Toer (81) harusnya bahagia bisa kembali ke Tanah Air dengan gelar doktor dan harta yang bergelimang. Tetapi, hidup berkata lain.
Dia ditangkap sesaat setelah menginjakkan kaki di bandara di Tanah Air dan dipenjara sekitar enam tahun lamanya gara-gara dituding antek komunis dan terlibat PKI. Apalagi, dia adalah adik kandung dari Pramoedya Ananta Toer yang sudah terlebih dahulu dipenjara karena tudingan yang sama.
Hidupnya hancur. Sulit sekali mendapat pekerjaan di Tanah Air dengan stigma PKI.
Kepahitan hidup lalu membuatnya memutuskan kembali ke kampung halamannya di Blora, Jawa Tengah. Dan dengan kesadaran, ia memilih menjadi pemulung barang bekas yang masih bernilai jual.
Di sinilah, di rumah di Jalan Sumbawa Nomor 40, Kelurahan Jetis, Blora, pria yang kerap disapa Soes itu menghabiskan waktu bersama istri dan anak semata wayangnya, Benee Santoso.
Rumah itu merupakan saksi bisu kehidupan Toer bersaudara semasa kecil. Mereka sembilan bersaudara, termasuk Pramoedya Ananta Toer, kakak sulung Soes.
Bagi Soes, di rumah yang rapuh termakan usia itu, memori Soes bersama Pramoedya dan saudara-saudaranya berkelebat setiap hari.
Kondisinya memprihatinkan. Toer yang hidup sehari-hari dari memulung tidak memiliki cukup uang untuk memperbaikinya.
Baca juga: Menurut Tokoh Lebanon Ini, Solusi Bagi Israel adalah Lenyap dari Muka Bumi
Rumah berdinding kayu usang dan tembok retak itu tidak terawat. Bahkan, pagar masuk menuju rumah itu telah rusak dan tidak berfungsi.
Pagar bersusun kayu setinggi 70 meter itu sudah tak kuat berdiri karena konstruksinya hancur di mana-mana, serta hanya diganjal kayu dan tali.
Di sekitar rumah terdapat berbagai jenis tanaman. Ada pohon pisang, srikaya, dan pepaya.
Setiap hujan deras mengguyur, halaman rumah yang dipenuhi rumput liar itu selalu tergenang air. Atap rumahnya bocor di mana-mana, termasuk di dapur.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR