Krismon 1998, Saat Harimau Terpaksa Puasa dan Gajah Makan Batang Pisang

Ade Sulaeman

Editor

Lorong Masa: Krismon 1998, Saat Gajah Makan Batang Pisang
Lorong Masa: Krismon 1998, Saat Gajah Makan Batang Pisang

Intisari-Online.com -Melemahnya Rupiah yang terjadi saat ini mengingatkan kita pada krisis moneter 1997-1998 seperti yang tergambarkan dalam artikel berikut ini yang disarikan dari artikel "Yang Untung & Buntung di Masa Krisis" di MajalahIntisariedisi Mei 1998.

--

Dampak krisis moneter dialami semua pihak. Tak hanya masyarakat manusia yang dibikin kalang kabut, satwa penghuni kebun binatang juga merasakan imbasnya. Ada satwa penghuni kebun binatang terpaksa "dipuasakan" atau menu makanannya diubah.

Dalam kondisi ekonomi normal, pihak Ragunan selalu memberikan makanan secara optimal, tidak berlebihan ataupun kurang.

Baca juga:China Special Operation Forces, Pasukan Khusus yang Paling Lambat Dibentuk, Tapi Diklaim Setara Dengan Pasukan Khusus AS

Pada saat krisis moneter, menu optimal itu bisa turun menjadi menu standar, namun masih tetap memenuhi syarat untuk hidup sehat dan baik.

Sebagai upaya penghematan, KB Ragunan menerapkan langkah alternatif, antara lain pengurangan porsi, penjarangan jam makan, dan pemberian menu pengganti.

Untuk harimau misalnya, pengurangan porsi makannya dari 5 - 6 kg menjadi 4 kg daging/hari. Sementara penjarangan makannya dari enam menjadi empat kali seminggu.

Tadinya dalam seminggu hanya ada satu hari "puasa", yakni Minggu. Sekarang, penghuninya harus berpuasa tiga kali seminggu (Rabu, Jumat, dan Minggu).

Baca juga:Urutan Eksekusi Hukuman Mati di Nusakambangan yang Buat Narapidana Tak Kuasa Menahan TangisMeski "dipuasakan", kesehatan dan penampilan satwa tetap dijaga. Bahkan, dengan menu diet khusus ini harimau tampak lebih ramping, gesit, dan atraktif.

Pengurangan porsi maupun penjarangan jam makan, menurut Atje, dilakukan terutama terhadap satwa dewasa. Satwa anakan atau induk yang sedang bunting tetap diberi menu optimal agar pertumbuhan atau kesehatan mereka tak terganggu.

Sedangkan penggantian pakan dilakukan dengan memilih materi yang lebih murah. Selain daging lokal, menu harimau biasanya berupa daging kanguru dan daging sapi.

Mengapa dipilih kanguru? Menurut Atje, harga daging kanguru pada saat ekonomi normal hanya 1/3 harga daging lokal. Selain itu pengadaan daging kanguru bisa memenuhi tiga hal, yakni kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

Sementara, nilai nutrisi daging sapi dan kanguru relatif sama. Namun, karena pada saat ini harga daging kanguru mahal, mau tak mau Ragunan beralih ke daging lokal.

Manajemen kebun binatang ini juga sedang menelaah pemberian daging babi hutan untuk harimau sebagai salah satu menu alternatif. Di hutan, harimau memang memangsa babi hutan, tapi di Ragunan sudah terbiasa diberi daging sapi, kerbau, dan kanguru.

Makanya, perlu pengamatan bila akan mengganti menu dengan daging babi hutan kepada harimau itu. Terutama terhadap kemungkinan timbulnya "alergi", misal mencret.

"Kalau pun babi hutan dimasukkan dalam program pemberian pakan, ya, harus mempertimbangkan segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas penyediaannya," kata Atje.

Baca juga:Menurut Tito Karnavian, Ini Alasan Kenapa Polri Tak Langsung Serbu Napi Terorisme di Mako Brimob

Gajah Makan Batang Pisang

Gara-gara harga melonjak, pakan gajah di KB Gembiraloka, Yogyakarta, berubah cukup drastis. Ketika kondisi normal, setiap hari gajah diberi pakan rumput gajah (kolonjono), buah-buahan, bekatul, dan nasi, kini hanya mendapat jatah gedebok (batang pisang).

Sedangkan buah apel, nanas, pisang, dan lainnya sama sekali tidak diberikan. Maklum pemasukan dari pengunjung KB Gembiraloka di kala krismon cenderung berkurang.

Pemberian pakan batang pisang, menurut KMT A Tirtodiprojo, direktur utama KB Gembiraloka, tidak apa-apa karena memang masih merupakan makanan gajah ketika masih di habitat aslinya.

Sebetulnya Gembiraloka memiliki lahah rumput gajah, tetapi produksinya tidak mencukupi kebutuhan.

Kalau harus mendatangkan rumput gajah dari luar harganya kurang lebih Rp "200.000,- per truk. Padahal satu trak, dilaporkan, hanya cukup untuk makanan gajah selama beberapa hari.

Sementara itu monyet dan orang hutan di KB Gembiraloka tidak lagi diberi makanan buah-buahan.

Sebagai penggantinya mereka disediakan roti tawar yang diberi selai dan minuman susu kemasan yang sudah tak layak dikonsumsi manusia, tapi tidak membahayakan kesehatan satwa. Misalnya, susu yang kedaluwarsa belum lebih satu bulan.

Rusa pun mengalami nasib serupa. Meski pakannya bekatul, dedak, dan rumput, tapi karena jumlahnya lebih dari 100 ekor, cukup merepotkan. Karena itu, Gembiraloka berkeinginan mengurangi jumlah binatang ini.

Bahkan, juga ditawarkan kepada masyarakat untuk digaduh, dengan catatan harus merawatnya benar-benar. Atau, barangkali ada yang berminat menjadi "bapak angkat" mereka.

Artinya, binatang tetap di kandang Gembiraloka, sementara "bapak angkat" menyantunbiaya pakannya.

Dampak krisis juga terasa di Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas, Lampung. Jatah makan penghuni "sekolah gajah" di sana tidak berkurang, namun persediaan obat menjadi amat terbatas.

Jadilah obat tradisional sebagai alternatif. Gajah yang diare terpaksa diberi daun jambu biji atau daunkluwih(sejenis sukun).

Satwa Terpaksa Mudik

Selain menu makanan satwa harus diubah, jumlah satwa di kebun binatang pun perlu dikurangi.Semisal, adanya beberapa satwa yang harus 'mudik' dikembalikan ke alam. Tentu saja satwa yang dipilih merupakan yang sehat dan dianggap mampu beradaptasi dengan lingkungan 'baru'-nya.

Penghematan dengan cara mengurangi kebiasaan makan satwa juga diterapkan di Taman Safari Indonesia (TSI), di Cisarua, Bogor, seperti diakui Drs. Jansen Manansang, M.Sc, salah satu direktur TSI.

Hewan karnivora (pemakan daging), seperti harimau, singa, buaya, ular, burung elang, dan satwa buas lain, yang biasanya diberi makan tujuh hari, kini berkurang menjadi lima hari makan.

Bagi harimau dan singa yang diberi daging 4 - 5 kg/hari, pengurangan jumlah hari makan tidak mempengaruhi kehidupan mereka, bahkan tampak lebih gesit dan bersemangat.

Hal yang sama juga dilakukan di KB Gembiraloka, Yogyakarta. Macan terpaksa "berpuasa" dengan hanya diberi makan dua hari sekali.

Langkah ini, katanya, meniru KB Singapura yang memberi makan kepada macan atau singa dua hari sekali. Hanya saja, daging yang diberikan tergantung jenis daging mana yang paling murah.

Baca juga:Begini Reaksi Bule Amerika ketika Bertanya dan Tahu Rata-rata Gaji Orang Indonesia

Artikel Terkait