Kamar itu kini menjadi medan adu sulap. Bagaimana caranya mengesankan imam? pikir Maskelyne. Iman pasti tidak terkesan disuguhi permainan saputangan lagi. Maskelyne ingat pistol yang ia bawa di pinggang.
Sementara itu imam sudah tidak sabar menunggu. Diam-diam Maskelyne mengambil sebuah anak peluru pada saat ia merogoh sejumlah silet. Peluru itu akan digunakan pada saat yang tepat.
Kini ia akan mempertunjukkan dulu kemahirannya dengan pisau silet. Untuk membuktikan silet itu tajam, ia mengiris dulu kulitnya, sehingga sedikit darah keluar.
Kemudian ia membuka mulutnya untuk menelan sejumlah silet. Pisau itu dikeluarkannya lagi dalam bentuk untaian dengan benang. Imam menyambar sebuah silet, menggigitnya untuk membuktikan keahliannya dan melemparkannya ke lantai.
Imam kini pergi ke dekat permadani dan merentangkan tangannya. Ketika ia mengangkat tangannya, permadani terangkat seperti karton. Maskelyne melihat ke langit-langit untuk mencari tali pengangkat permadani, tetapi tidak menemukannya. Imam mengangkat permadani sampai batas pinggangnya.
Maskelyne terkesan. Sementara itu ia mundur sampai mencapai tembok. Tembok itu tidak keras. Dengan silet diam-diam ia mengores dinding di belakangnya dan menekankan anak peluru agar masuk ke tembok.
Ketika imam menurunkan permadani sampai lantai lagi, Maskelyne memberi anggukan penghargaan. Lalu ia mencabut pistolnya. Iman kaget. Maskelyne cepat-cepat menodongkan pistol ke dirinya. Imam menjadi tenang lagi. Maskelyne mengambil enam peluru kosong dari kantong baju safarinya untuk mengisi pistol lalu menutup matanya dan menembak telapak tangannya.
Penerjemah menjatuhkan diri ke lantai, karena kaget. Maskelyne memperlihatkan telapak tangannya. Selain noda merah di tengah tidak ada lubang atau luka. Imam memeriksanya. Imam menuju ke dinding. Maskelyne buru-buru mendahului dan mencabut peluru dari dinding yang ditunjukkannya dengan bangga kepada imam.
Imam menyatakan sesuatu yang diterjemahkan oleh pelayan dengan ketakutan. Kata imam, Maskelyne penipu besar. Ia harus angkat kaki. Tetapi sebelumnya imam akan menunjukkan kegaiban yang hebat supaya tidak terlupakan.
Imam mengambil tombak dan menancapkannya ke perutnya. Lalu ia berlari ke arah tembok untuk menghantamkan ujung tombak agar masuk lebih dalam lagi ke badannya.
Maskelyne sampai berteriak karena kaget. Tombak itu tembus ke belakang, merobek baju imam. Pelayan imam menjatuhkan diri ke lantai dan menangis.
Kemudian dengan terisak-isak pelayan menerjemahkan kata-kata imam, "Inilah kegaiban yang tidak bisa dibuat oleh orang kulit putih. Kalau tentara kulit putih berani masuk, ia akan disate seperti ini. Sekarang imam minta Anda menarik tombak itu dari tubuhnya."
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR