Sulap di PD II (3): Adu Kekuatan Sulap

Agus Surono

Editor

Sulap di PD II (3): Adu Kekuatan Sulap
Sulap di PD II (3): Adu Kekuatan Sulap

Intisari-Online.com - Setelah direkrut oleh pasukan Inggris, tugas pertama Jasper Maskelyne adalah beradu kemahiran main sulap dengan imam tua Suku Dervish. Ia harus mengalahkan imam itu agar pasukan Inggris bisa melewati suku itu dengan aman jika harus mundur dari peperangan.

Dengan hati berdebar-debar, Maskelyne menemui imam yang menunggunya di pojok sebuah ruangan. Imam tua itu mengenakan baju satin hijau yang longgar, bercelana panjang putih, berped beludru, dan bersandal. Sikapnya bermusuhan.

Sebagai tukang sulap, Maskelyne segera melihat bahwa di ruang itu banyak benda-benda yang ditaruh di tempat yang tidak sewajarnya. Umpamanya, ada pot bunga berisi tanah tetapi tidak ada tanamannya di sudut yang jauh dari jangkauan cahaya.

Maskelyne berbicara lewat seorang pelayan yang menjadi penerjemah. la bersikap hormat. Imam menyatakan sudah lama mendengar kegaiban yang bisa dilakukan oleh Maskelyne, tetapi ia menyesal tidak bisa mengubah situasi, walaupun Maskelyne sudah jauh-jauh datang menemuinya.

Maskelyne menerangkan bahwa pengunduran diri mungkin saja tidak akan terjadi, tetapi seandainya terjadi, dijamin tidak akan membahayakan rakyat.

Imam tidak mau melanjutkan diskusi. Ia malah mendekati pot merentangkan tangannya dan menyanyi. Ketika dia menyingkir dari pot itu, di pot tersebut sudah tumbuh pohon jeruk kecil.

Pertunjukan ini bukan barang baru bagi Maskelyne. Pohon jeruk tadinya disembunyikan di lengan baju. Untuk menimpali pertunjukan itu, Maskelyne dengan santai mengambil pipanya dari saku. Ia menjentikkan jarinya dan muncullah api. Dengan api itu dinyalakannya pipanya.

Mata imam yang hijau itu bersinar-sinar. Ia memperlihatkan kedua belah tangannya: kosong. Lalu ditutupnya matanya dan ketika kedua belah tangan itu ia angkat dari mata, dalam setiap tangan tergenggam sebutir telur. Telur itu dipelototinya dan keduanya digenggamnya bersama-sama dengan kedua belah tangannya. Waktu tangan dibuka, menggeleparlah di dalamnya seekor burung merpati.

Maskelyne merasa lebih percaya diri. Dari saku celananya ditariknya sebuah saputangan warna-warni. Saputangan itu dilambai-lambaikannya, lalu digenggam dengan sebelah tangan. Ketika ia membuka genggamannya, seekor kupu-kupu yang warnanya seperti saputangan itu terbang ke luar pintu.

Imam lantas mengambangkan sebuah jambangan yang tadinya terletak di atas lemari. Maskelyne menjawab dengan mengeluarkan sejumlah benda dari mulut.

Imam menghadapi lemari, merentangkan tangan, lalu menariknya lagi. Pintu lemari terbuka seperti ditarik dengan tali, tetapi tidak ada tali. Tangannya berhenti ditarik, pintu lemari berhenti bergerak. Tangannya ditepukkan, pintu lemari tertutup.

Maskelyne menduga tali mestinya ada, tapi disambung dengan sandal atau ibu jari imam, atau tersembunyi di bawah permadani.

Kamar itu kini menjadi medan adu sulap. Bagaimana caranya mengesankan imam? pikir Maskelyne. Iman pasti tidak terkesan disuguhi permainan saputangan lagi. Maskelyne ingat pistol yang ia bawa di pinggang.

Sementara itu imam sudah tidak sabar menunggu. Diam-diam Maskelyne mengambil sebuah anak peluru pada saat ia merogoh sejumlah silet. Peluru itu akan digunakan pada saat yang tepat.

Kini ia akan mempertunjukkan dulu kemahirannya dengan pisau silet. Untuk membuktikan silet itu tajam, ia mengiris dulu kulitnya, sehingga sedikit darah keluar.

Kemudian ia membuka mulutnya untuk menelan sejumlah silet. Pisau itu dikeluarkannya lagi dalam bentuk untaian dengan benang. Imam menyambar sebuah silet, menggigitnya untuk membuktikan keahliannya dan melemparkannya ke lantai.

Imam kini pergi ke dekat permadani dan merentangkan tangannya. Ketika ia mengangkat tangannya, permadani terangkat seperti karton. Maskelyne melihat ke langit-langit untuk mencari tali pengangkat permadani, tetapi tidak menemukannya. Imam mengangkat permadani sampai batas pinggangnya.

Maskelyne terkesan. Sementara itu ia mundur sampai mencapai tembok. Tembok itu tidak keras. Dengan silet diam-diam ia mengores dinding di belakangnya dan menekankan anak peluru agar masuk ke tembok.

Ketika imam menurunkan permadani sampai lantai lagi, Maskelyne memberi anggukan penghargaan. Lalu ia mencabut pistolnya. Iman kaget. Maskelyne cepat-cepat menodongkan pistol ke dirinya. Imam menjadi tenang lagi. Maskelyne mengambil enam peluru kosong dari kantong baju safarinya untuk mengisi pistol lalu menutup matanya dan menembak telapak tangannya.

Penerjemah menjatuhkan diri ke lantai, karena kaget. Maskelyne memperlihatkan telapak tangannya. Selain noda merah di tengah tidak ada lubang atau luka. Imam memeriksanya. Imam menuju ke dinding. Maskelyne buru-buru mendahului dan mencabut peluru dari dinding yang ditunjukkannya dengan bangga kepada imam.

Imam menyatakan sesuatu yang diterjemahkan oleh pelayan dengan ketakutan. Kata imam, Maskelyne penipu besar. Ia harus angkat kaki. Tetapi sebelumnya imam akan menunjukkan kegaiban yang hebat supaya tidak terlupakan.

Imam mengambil tombak dan menancapkannya ke perutnya. Lalu ia berlari ke arah tembok untuk menghantamkan ujung tombak agar masuk lebih dalam lagi ke badannya.

Maskelyne sampai berteriak karena kaget. Tombak itu tembus ke belakang, merobek baju imam. Pelayan imam menjatuhkan diri ke lantai dan menangis.

Kemudian dengan terisak-isak pelayan menerjemahkan kata-kata imam, "Inilah kegaiban yang tidak bisa dibuat oleh orang kulit putih. Kalau tentara kulit putih berani masuk, ia akan disate seperti ini. Sekarang imam minta Anda menarik tombak itu dari tubuhnya."

Maskelyne yang merasa kalah dan gagal misinya, memegang gagang tombak dan menarik keras-keras. Tombak itu tertarik ke luar dengan sulit. Imam berkeringat dan mengeluarkan kata-kata gerutuan, tetapi tampak tidak kesakitan. Akhirnya, dengan susah payah tombak itu keluar juga. Maskelyne memeriksanya. Aneh, tidak ada darah sedikit pun. Ia menoleh pada kemeja imam yang robek. Tidak ada darahnya sedikit pun.

Tiba-tiba ia ingat. Kakeknya pernah bercerita tentang seorang pesulap yang sukses di kota-kota lain, tetapi gagal di London. Di kota itu pesulap tersebut ketahuan menggunakan ikat pinggang kulit untuk pertunjukan yang mirip dengan yang dilihatnya sekarang. Maskeylne menyerahkan tombak itu dan tiba-tiba memberi jasa baik membersihkan debu dari pinggang iman. Imam seperti tersengat lebah, karena Maskelyne berhasil meraba ikat pinggang kulitnya.

Kepada pelayan Maskelyne berkata, "Tolong katakan kepada imam, saya tahu ia menggunakan ikat pinggang kulit dan tombak itu bisa melengkung sekitar pinggangnya ketika ia berbuat seolah-olah menusuk diri."

"Saya tidak berani," jawab penerjemah dengan ketakutan. Ia cuma mengucapkan sepatah dua patah kata saja dan imam menstopnya.

Pelayan itu akhirnya berkata kepada Maskelyne, "Imam bilang Anda memang hebat. Di antara orang-orang besar harus ada persahabatan."

Maskelyne buru-buru berkata, "Saya tahu imam akan menerima orang-orang saya, yang menghormatinya seperti saya menghormati beliau." Imam tidak punya pilihan lain. Mereka berjabatan tangan sebagai dua orang pesulap. Kedua-duanya saling menyegani.

Maskelyne pergi meninggalkan ruangan dengan hati lega. Misinya berhasil. Di tengah lorong yang menuju ke luar ia membungkuk untuk memungut kupu-kupunya yang dijalankan secara mekanis.